DINASTI HAFSIYAH, MARINIYUN, DAN SA’DIYUN

PEMBAHASAN

      A.    Dinasti Hafsiyah
Dinasti Hafsiyah yang berdiri pada tahun 1230 hingga 1574, meneruskan kekuasaan Al-Muwahiddun. Dinasti ini mengklaim bahwa mereka mewariskan spiritualitas dari pendiri al-Muwahiddun, Mahdi bin Tumart. Untik waktu yang singkat, pemerintahan Hafsiyah diakui sebagai kekhalifahan Islam. Wilayah Tunisia di bawah kekuasaan Hafsiyah akhirnya memeroleh kembali keunggulan dari bangsa Maghrib.
1.      Kronologi Politik
Abu Hafs Umar Inti adalah salah seorang dari Ten, kelompok penting yang merupakan para pengikut awal dari gerakan al-Muwahiddun, yaitu pada sekitar tahun 1121. Mereka adalah sahabat dari Ibnu Tumart al-Mahdi, dan membentuk lingkup kecil untuk saling berkonsultasi dalam berbagai hal. Abu Hafs Umar Inti, yang terluka dalam perang di dekat Marrakesh pada tahun 1130, adalah figur yang sangat berpengaruh dalam gerakan al-Muwahiddun. Putranya, Umar al-Hintati ditunjuk Muhammad al-Nasir (khalifah al-Muwahiddun) sebagai gubernur Ifriqiya pada tahun 1207, dan menjabat hingga kematiannya pada tahun 1221. Putranya, yang juga cucu dari Abu Hafs adalah Abu Zakariya.
Abu Zakariya (1203-1249), memerintah al-Muwahiddun di Ifriwiya sebagai gubernur dari Gabès,untuk kemudian pada tahun 1226 menjadi gubernur Tunis. Paada 1229, ketika terjadi gesekan di dalam tubuh al-Muwahiddun, Abu Zakariya mendeklaraasikan kemerdekaannya, fis mrnklsim dirinya sebagai Amir, dan dimulailah kekuasaan Dinasti Hafsiyah. Dalam beberapa tahun selanjutnya, Abu Zakariya berhasil menguasai kota-kota lain di Ifriqiya, yaitu Tripolitania pada tahun 1234 di timur, dan di barat Aljazair pada tahun 1235, serta yang terakhir adalah Tlemcen pada tahun 1242. Beliau juga mematenkan kekuasaannya di dalam konfederasi Berber. Struktur pemerintahan dari Dinasti Hafsiyah mengikuti model al-Muwahiddun, yaitu sebuah hierarki yang ketat dan sentralisasi pemerintahan. Suksesi Zakariya dari gerakan al-Muwahiddun diakui sebagai saltu-satunya negara yang melestarikan tradisi al-Muwahiddun, serta diakui melalui ibadah Jumat yang dilaksanakan di negara-negara al-Andalus dan Maroko (termasuk Mariniyah). Hubungan diplomatik pun terbuka bagi Frederick II dari Sisilia, Venesia, Genoa, dan Aragon. Abu Zakariya adalah pendiri dari dinasti Hafsiyah an menjadi penguasa terdepan di wilayah Maghrib.
Sebuah momen bersejarah terjadi ketika putra dari Abu Zakariya, al-Muntasir yang mendeklarasikan dirinya sebagai khalifah (memerintah sejak 1249-1277) diakui kekuasaan oleh Mekkah dan Dunia Islam (1259-1261), setelah runtuhnya kekhalifahan Abbasiyah oleh Mongik pada tahun 1258. Namun, ketika rivalnya merebut kekuasaannya, Dinasti Hafsiyah pun menguasai wilayah lokal saja.
Sejak kemunculann mereka dengan Abu Zakariya, Hafsiyah telah mewakili rezim mereka sebagai pewaris gerakan Almohad yang didirikan oleh Mahdi Ibn Tumart, yang namanya disebut saat shalat Jumat di masjid emirat sampai abad ke-15. Pemerintahan Hafsiyah itu, mengikuti model Almohad yang diciptakan oleh Mahdi, yaitu, itu menjadi hirarki ketat. Amir memegang semua kekuasaan dengan kode etik di dalam masyarakat, meskipun sebagai berdaulat ia tidak selalu mengambil jarak. nasihat Amir adalah Sepuluh, terdiri dari shaiks Almohad kepala. Berikutnya dalam rangka itu yang Fifty dirakit dari shaiks kecil, dengan shaiks biasa setelahnya. Awal Hafsids memiliki sensor, Mazwar itu, yang mengawasi peringkat dari shaiks ditunjuk dan ditugaskan mereka untuk kategori tertentu. Awalnya ada tiga menteri [wazir, jamak wuzara]: tentara (komandan dan logistik); keuangan (akuntansi dan pajak); dan, negara (korespondensi dan polisi). Selama berabad-abad kantor Hajib semakin penting, pada awalnya menjadi Kepala Rumah Tangga istana, maka perantara antara Amir dan kabinetnya, dan akhirnya de facto menteri pertama. otoritas negara itu secara terbuka dinyatakan oleh prosesi mengesankan: pejabat tinggi di atas kuda memamerkan suara gendang dan tambors, dengan spanduk sutra warna-warni terangkat tinggi, semua dalam rangka untuk menumbuhkan kemegahan agung. Di provinsi mana Amir kmati diakui otoritas, gubernur nya adalah anggota keluarga biasanya dekat, dibantu oleh seorang pejabat yang berpengalaman. Di tempat lain yang ditunjuk provinsi harus bersaing dengan oligarki lokal yang kuat atau keluarga terkemuka. Mengenai suku pedesaan, berbagai strategi yang digunakan; bagi mereka berhubungan baik shaik suku mereka mungkin bekerja sebagai agen ganda, melayani sebagai wakil mereka ke pemerintah pusat, dan juga sebagai agen pemerintah kepada anggota suku sesama.
Pada 1270, Raja Louis IX dari Perancis, yang merupakan saudara laki-laki dari Raja Sisilia, merapatkan pasukannya di dekat Tunis, namun wabah penyakit membinasakan perkemahan mereka. Kemudian, Pengaruh Hafsiyah mulai menurun seiring dengan munculnya Kerajaan Mariniyun di Fez, Maroko, yang menaklukkan dan kehilangan Tunis dua kali, yaitu pada tahun 1347 dan 1357. Namun, nasib Dinasti Hafsiyah kembali membaik dengan munculnya dua penguasa, yaitu Abu Faris (1394-1434) dan cucunya Abu Amr Usman (1435-1488).
Menjelang akhir dari kekuasaannya, konflik internal pun mulai menggerogoti Dinasti Hafsiyah. Sementara itu, dua kekuatan besar Spanyol dan Turki bersaing satu sama lain untuk mendapat control atas Laut Mediterania. Dinasti Hafsiyah pun hanya menjadi subjek strategi dari dua pihak yang sedang berseteru. Pada 1574, Ifriqiya telah menjadi bagian dari Khalifah Utmaniyah.

2.      Sosial dan Budaya
Setelah kekosongan pada masa Muwahiddun, mazhab Maliki dilanjutkan kembali sebagai hukum yang berlaku di seluruh wilayah Maghrib. Selama abad ke-13, mazhab Maliki telah melalui perubahan ke arah liberalisasi. Di bawah Dinasti Hafsiyah, konsep maslahah berkembang dalam menjalankan mazhab. Keterbukaan mazhab Maliki terhadap pertimbangan kebutuhan dan keadaan masyarakat secara umum. Dalam hal ini, tradisi-tradisi local pun dimasukkan dalam syariah Maliki, menjadi bagian integral dalam ilmu pengetahuan.
Suku Arab Badui pun tiba pada abad ke-13. Dengan kemampuan khas Badui mereka, yaitu menyerang dan berperang yang menjadi problem dan berpengaruh. Bahasa Arab menjadi dominan, kecuali beberapa wilayah yang berbahasa Barbar, dan gurun di sebelah selatan. Dengan kebijakan otonomi daerahnya, kekuatan pusat menjadi melemah, dan kemerdekaan kelompok-kelompok suku pun tak terelakkan lagi.
Sebagai bukti dari kemakmuran, al-Mustansir yang memerintah sejak 1249-1277 telah merubah ibukota Tunis dengan membangun istana dan taman Abu Fihr. Beliau juga membuat perumahan mewah di dekat Bizerte (yang dikatakan Ibnu Khladun tidak ada duanya di dunia). Kualitas pendidikan pun ditingkatkan dengan pendirian institusi dengan sistem madrasah. Tarikat Arusiyya sangat berpengaruh, yang membentuk hubungan sosial antara kota dengan desa. Syeikh Sufi mulai memegang kekuasaan religius di kalangan masyarakat. Syair-syair berkembang sebagaimana arsitektur. Pada saat itu, Tunisia memegang keunggulan budaya di wilayah Maghrib.
3.      Ekonomi dan Perdagangan
Tunisia pada awal kekuasaan Hafsiyah, sebagaimana yang terjadi di seluruh Maghrib, menikmati kemakmuran karena ramainya perdaganga antara Sahara dan Sudan.Sepanjang area ini, aktivitas jual beli dengan orang-orang Kristen membawa kepada perkembangan perdagangan dan pelayaran yang terstruktur yang dibuat untuk memastikan keamanan, hasil dari pajak, serta keuntungan perdagangan itu sendiri. Pada saat itu, sangat memungkinkan untuk kapal yang datang dan pergi untuk mengangkut barang hanya dalam beberapa hari.
Tunis mengekspor gandum, kurma, minyak zaitun, wol, kulit, koral, baju, karpet, dan lain-lain. Barang-barang yang diimpor antara lain furniture, wine, parfum, rempah-rempah, tanaman obat, sutra, katun, permata, dan lain-lain.
Hukum Islam pada era ini berkembang untuk mengatur perdagangan dan menjaga keamanan pasar umum, pengawasan transaksi, dan urusan-urusan lainnya. Petugas resmi yang dipekerjakan untuk urusan ini disebut muhtasib.

4.      Ibn Khaldun
Seorang nama besar dalam bidang sejarah dan filosofi abad pertengahan, Ibnu Khaldun (1332-1406) lahir di tanah Tunisia. Beliau adalah pionir dalam bidang sosiologi, historiografi, dan bidang-bidang terkait lainnya. Meskipun memiliki leluhur dari Yaman, keluarga besarnya menikmati tempat tinggal di Andalus, sebelum meninggalkan tanah tersebut ke Ifriqiya pada abad ke-13. Sebagai orang asli Tunis, beliau menghabiskan banyak masa hidupnya di bawah kekuasaan Hafsiyah.
Ibnu Khaldun memasuki karier politiknya ketika masih sangat muda, bekerja di bawah penguasa yang silih berganti, serta berada di tengah-tengah persaingan dan persekutuan yang silih berganti. Pada satu titik beliau ditunjuk sebagai wazir. Akan tetapi, dia juga sempat dipenjara selama beberapa tahun. Beliau sempat berpindah-pindah ke beberapa kota, seperti Granada, Fez, dan pada akhirnya Kairo tempat dimana dia meninggal. Karena hasratnya yang ingin menabdikan diri untuk menulis, beliau berhenti dari karier politiknya. Kemudian, setelah beliau menunaikan ibadah haji, beliau menjadi Qadi mazhab Maliki di Mesir. Sementara itu, ketika beliau di Damaskus, pada saat itu Timurlang mengambil alih kota, penakluk itu memburu Ibnu Khaldun, namun dia berhasil melarikan diri kembali ke Mesir.
Sejarah dan historiografi ditulis oleh Ibnu Khaldun menjabarkan teori tentang filosofi. Ketidakstabilan pemerintahan dimanaa ia tinggal menginspirasi terhadap pandangan-pandangan strategisnya. Sejarah yang ia tulis menunjukkan bahwa sejarah aadalah siklus/berulang di wilayah Maghrib, dimana: a. Sebuah asosiasi pemerintahan yang baru datang kepada kekuasaan dengan loyalitas yang luas, b. Sehingga membuat beberapa generasi runtuh, c. kemudian membawa kepada keruntuhan strata yang memerintah. Hubungan sosial dibutuhkan bagi suatu kelompok untuk mendapatkan kekuasaan, serta kemampuan kelompok untuk mempertahankan serta melatih itu, Ibnu Khaldun menyebutnya dengan Asabiyyah.
Kitab al-I’bar yang berjumlah tujuh volume diyakini sebagai “universal history” yang berkonsentrasi kepada peradaban Persia, Arab, dan Barbar. Prolognya yang amat panjang, yaitu Muqaddimah menjabarkan tentang perkembangan tren politik dalam rentang waktu yang panjang sebagai bidang dari studinya, memberikan karakteristik terhadap fenomena manusia. Karyanya ini dianggap analisis kultural yang bertahan.

B.     Dinasti Mariniyun
Dinasti Mariniyun atau Banu abd al-Haq adalah dinasti Sunni Muslim dari keturunan suku Barbar Zenata yang menguasai Maroko dari abad ke-13 hingga abad ke-15.
Mariniyun mengambil alih al-Muwahiddun dan menguasai Maroko pada 1244 dan dalam waktu singkat dapat mengontrol Maghrib pada abad ke-14. Mereka mendukung Kerajaan Granada di Andalusiapada abad ke-13 dan 14, sebuah usaha untuk melangkahkan kaki mereka di tanah Eropa di Selat Gibraltar, akan tetapi mereka dikalahkan dalam perang Rio Salado pada 1340 yang berakhir psetelah penaklukkan Algericas dari Mariniyun pada 1344.


1.      Asal Usul
Mariniyun adalah cabang dari Wassin, sebuah suku nomad Zenata Barbar yang berasal dari Pegunungan Aures dan Ifriqiya yang berimigrasi ke barat setelah invasi Banu Hilal pada abad ke-11.
Suku tersebut pertama kali mendatamgi area di anatara Sijilmasa dan Figuig. Ketika tibanya suku Arab di area tersebut pada abad ke 11 dan 12, Mariniyun berpindah ke baratlaut, yaitu Aljazair pada saat ini, sebelum bermukim di Maroko sebelah utara pada awal abad ke-13. Nama Mariniyun diambil dari nama leluhur mereka, Marin bin Wartajan al-Zenati.
Setelah tiba di Maroko, mereka pada mulanya tunduk pada al-Muwahiddun, dinasti yang berkuasa pada saat itu.Setelah berhasil berkontribusi dalam Pertempuran Alarcos, di Spanyol Tengah, suku ini mulai menegaskan diri mereka sebagai sebuah kekuatan politik.Pada 1213, mereka mulai untuk memungut pajak di area timurlaut Maroko. Hubungan antara mereka dengan al-Muwahiddun menegang pada tahun 1215, dan pecahlah perseteruan antara kedua belah pihak.Pada 1217 mereka mencoba untuk menguasai timur Maroko, tetapi mereka berhasil diusir, , merekaa dipukul mundur dan bermukim di wilayah pegunungan Rif. Mereka bertahan di sana selama kurang lebih 30 tahun. Selama keberadaan mereka di Rif, al-Muwahiddun mengalami serangan besar, sehingga kehilangan sebagian wilayahnya oleh bangsa Kristen Spanyol, sementara itu Hafsiyah di Ifriqiya memisahkan diri pada 1229.
Di antara tahun 1244 dan 1248 Mariniyun mampu merebut Taza, Rabat, Sale, Meknes, dan Fes dari al-Muwahiddun yang mulai melemah. Kepemimpinan Mariniyun di Fes mendeklarasikan berada di kubu al-Muwahiddun untuk berperang melawan Kristen.Abu Yusuf Yaqub ditangkap pada tahun 1269 di Marrakech.
2.      Masa Kejayaan
Pada masa kejayaannya, yaitu di bawah kepemimpinan Abu al-Hasan Ali (1331-1348), tentara Mariniyun sangat besar dan disiplin.Mereka terdiri dari 40.000 kavalri Zenata, sementara bangsa nomad Arab berkontribusi untuk kavalri sementara orang Andalusia adalah pemanah yang ulung.Penjaga pribadi untuk Sultan terdiri dari 7000 orang, yang terdiri dari orang Kurdi, Kristen, dan Afrika Hitam.Di bawah Abu al-Hasan dilakukan beberapa usaha untuk mempersatukan Maghrib.Pada 1337, Kerajaan Abdalwadid ditaklukkan, diikuti oleh kekalahan Dinasti Hafsiyah di Ifriqiya, imana membuat mereka menguasai teritori tersebut, yang terbentang dari Maroko hingga Tripoli. Akan tetapi, pada 1340, Mariniyun mengalami kekalahan dari Portugis-Kastilian pada Peperangan Rio Salado, dan pada akhirnya mereka harus mundur dari Andalusia, dan hanya memegang kekuasaan di wilayah Algericas. Pada tahun yang sama, pemberontakansuku Arab di selatan Tunisia, membuat mereka kehilangan wilayah timur mereka.

3.      Kemunduran
Pada tahun 1348, Abu al-Hasan dilengserkan oleh anaknya yaitu Abu Inan Faris, yang mencoba untuk menaklukkan Aljazair dan Tunisia.Meskipun berhasil melakukannya, dia dikalahkan oleh Wazirnya, dan setelah itu dinasti ini mulai mengalami kemunduran.
Pada tahun 1459, Abd al-Haq II merancang pembunuhan terhadap keluarga Wattasiyah, untuk menghancurkan kekuatannya.Pada masa pemerintahannya, kebrutalan berakhir dengan pembunuhan selama pemberontakan pada tahun 1465. Peristiwa ini adalah akhir dari Dinasti Mariniyun, dimana Muhammad bin Ali Amrani-Joutey, pemimpin dari Sharid, memproklamasikan diri sebagai Sultan di Fes.Beliau pada gilirannya diguligkan pada 1472 oleh Muhammad bin Yahya al-Sheikh, salah satu dari dua keluarga Wattasiyah yang bertahan hidup dari pembantaian tahun 1459, yang dengan perlahan membangun Dinasti Wattasiyah.

C.    Dinasti Sa’diyun
Dinasti Sa’diyun adalah dinasti yang menguasai Maroko dari tahun 1554 hingga 1659.Pada tahun 1509 hingga 1554 mereka hanya menguasai wilayah selatan Maroko.Sementara mereka masih mengakui Wattasiyah sebagai Sultan hingga 1528.Sa’diyun tumbuh menjadi kekuatan dan melancarkan serangan kepada Wattasiyah, setelah peperangan yang tidak berimbang, mereka berhasil menguasai seluruh wilayah selatan Maroko melalui Perjanjian Tadla.
Kekuasaan mereka atas Maroko dimulai oleh Sultan Mohammed ash-Sheikh pada 1554, dimana ia tewa dalam Peperangan Tadla. Kekuasaan Sa’diyun berakhir pda 1659 dengan berakhirnya pemerintahan Sultan Ahmad el-Abbas.

·         Asal-usul
Bangsa Sa’di adalah keturunan Arab. Mereka mengklaim sebagai keturunan dari Nabi Muhammad melalui garis keturunan Ali bin Abi Thalib dan Fathima az-Zahra. Orang-orang Sa’di datang dari Tagdamert di lembah Sungai Draa. Asal nama Sa’di adalah dari kata “Sa’ada” yang berarti kebahagiaan atau keselamatan. Pendapat lain mengatakan bahwa nama itu berasal dari Bani Zaydan atau nama Bani Zaydan itu diberikan oleh generasi setelahnya atau oleh para lawannya, yang mencoba untuk menyangkal bahwa mereka keturunan dari Hasan dengan mengklaim bahwa mereka adalah keturunan dari ibu susu Nabi Muhammad, Halimah as-Sa’diyah. Sultan Sa’diyun yang paling terkenal adalah Ahmad al-Mansur (1578-1603), pendiri dari Istana al-Badi di Marrakech.Salah satu raihan beliau yang paling penting adalah dengan mengalahkan Portugis pada Perang Ksar El Kebir dan mempertahankan negara itu dari kekuatan Utsmani.Sebelum mereka menaklukkan MKarrakech, mereka telah menetapkan Tarouadant sebagai ibukota mereka. Makamorang Sa'
The Saadian Tombs were rediscovered in 1917 and can be seen in Marrakech.
Chronology
1509: pendirian ibukota di Tagmadert;
1511: Sa’diyun menerima dukungan dari Souss;
1524: the Sa’diyunmenerima dukungan dari suku Hintata, yang menguasai Marrakech;
1527: Wattasiyah mengakuikekuasaan Sa’diyun di selatan Maroko melalui Perjanjian Tadla;
1541: Tentara Sa’diyun mengusir Portugis Agadir, Azamor, Azafi and Arzila;
1554: Mohammed ash-Sheikh menggulingkan Ahmad el Abbas, sultan Wattaasiyah terakhir;
1561–67: penaklukkan kota Tetouan, Chefchaouen and Debdou;
1578: Perang Alcácer Quibir: Kemenangan Maroko atas tentara Portugis;
1581: penaklukkan Touat;
1591: Perang Tondibi, penaklukkan Kekaisaran Songhai;
1603–27: perang saudara setelah Ahmad al-Mansur, melawan tiga mata-mata: Abou Fares Abdallah, Zidan al-Nasir and Mohammed esh Sheikh el Mamun; menjadi awal keruntuhan Kerajaan Sa’diyun;
1628: penyatuan Fes dan Marrakech, tetapi Sa’diyun tidak mendapat kembali kekuasaan atas beberapa wilayah; Rabat, Salé dan Tetouan yang dikuasai oleh Andalus, mereka kehilangan kontrol atas beberapa wilayah yang pada gilirannya, mereka menghilang dari panggung politik dan militer Maroko pada 1659.


DAFTAR PUSTAKA

Roger Le Tourneau, The Almohad Movement in North Africa in the Twelfth and Thirteenth Centuries (Princeton University 1969)
Cf., Julien, History of North Africa (Paris 1931, 1961; London 1970)
Julien, History of North Africa (Paris: 1952; London: 1970)
Ira M. Lapidus, Islamic Societies to the Nineteenth Century: A Global History, (Cambridge University Press, 2012)
"Marinid dynasty (Berber dynasty) - Encyclopedia Britannica". Britannica.com.

"Trade and empire in Africa, 1500–1800", Times Books 2007, on qed.princeton.edu

Komentar

Postingan Populer