Hardika Anugrah Ramadhan - KKN ku dan Petualangan ku
Epilog...
Awal Petualangan.
Saat sebelum dimulainya KKN, entah mengapa
pandangan saya terhadap KKN adalah sesuatu yang sangat membosankan, tidak
jelas, hanya menghamburkan uang, dan segalanya yang bersifat negatif. Bahkan
rasanya saya tidak ingin mengikuti KKN ini. Ditambah lokasi yang saat itu saya
baru pertama kali mendengar nama Jasinga. Pikiran terkait hal-hal aneh otomatis
muncul. Beberapa kendala terbesar yang saya pikirkan adalah, saya tidak
terbiasa tidak melihat senyum kedua orang tua saya dalam waktu yang lama.
Saya dan KKN MAGER 066.
Perkenalkan, nama saya Hardika Anugrah
Ramadhan yang biasa dipanggil Bang Har. Saya akan menceritakan terkait kelompok
saya. Saya salah satu anggota KKN kelompok 066 dengan nama KKN MAGER 066 Mahasiswa
Bergerak, yang di mana saya dan kawan-kawan memiliki tema “Bergerak dan Bekerja Dalam Membangun Desa Yang SMART (Sehat, Mandiri, Agamis, Rukun dan Tenteram)”. Kelompok KKN
kami terdiri dari 11 orang, di mana 7 di antaranya laki-laki dan 4 perempuan.
Kami berasal dari berbagai macam fakultas dan jurusan, serta berasal dari tahun
ajaran yang berbeda pula. Lokasi KKN saya di Desa Kalongsawah, dan saya beserta
kawan-kawan fokus pada Kampung Peuteuy dan Kampung Toge Lebak. Pertama kali
saya datang ke Kampung Peuteuy pada saat survei tidak lama setelah kelompok KKN
kami terbentuk. Disaat itu entah kenapa saya dan kawan-kawan langsung akrab.
Benar saja ketika KKN dimulai, tiada hari tanpa canda dan tawa. Kondisi
kontrakan kami tidak pernah sepi hingga larut malam. Rasa senang itu membuat
kami semakin hari semakin menyatu layaknya keluarga. Persepsi awal saya terkait
orang-orang di kelompok ini berubah total setelah kami tinggal bersama selama
satu bulan.
Rasa senang, sedih, canda, dan tawa yang kami
lalui selama sebulan membuat kami tersadar apa arti kebersamaan. Suka duka kita
lalui bersama, dari yang awalnya tidak mengenal satu sama lain, sampai pada
akhirnya kita dapat memahami karakter masing-masing. Terima kasih kawan-kawan
ku, Bang Febrian, Husnil, Fariz, Amry, Juple, Amira, Nisa, Matus, Silvia, dan Baihaqi.
Terima kasih kawan.
Kampungku.
Saya tinggal di Kampung Peuteuy, warga-warga Kampung
Peuteuy sangat ramah sekali, sangat peduli satu sama lain, dan gotong royong
sangat ditekankan di kampung ini. Hal ini yang sudah tidak saya temukan di
Jakarta dan tempat saya tinggal. Saat ini banyak antara tetangga saja tidak
pernah saling sapa, berbeda kondisi jika di Kampung Peuteuy. Di mana jika saya
lewat saja pasti disapa. Senyum selalu terlihat diwajah masyarakat Kampung Peuteuy.
Saya merasakan bahwa kebahagiaan sesungguhnya adanya di sini, bukan di kota.
Suatu hal yang menyedihkan yang saya temui di
Kampung Peuteuy dan Toge Lebak adalah, banyaknya anak-anak yang tidak sekolah
untuk lanjut ke SMA atau SMK karena biaya sekolahnya yang sangat mahal. Bahkan
setelah saya berbincang dengan anak SMA di Kampung Toge Lebak, biaya sekolah
SMA Negeri dengan swasta, bayarannya jauh lebih mahal SMA Negeri. Sungguh ironi.
Alhamdulillah saya bersyukur masih bisa melanjutkan jenjang pendidikan sampai
ke bangku perkuliahan.
Membangun Perubahan untuk
Masa Depan.
Akhirnya tiba pada tanggal 25 Juli 2016 saya
harus pergi ke Jasinga dan menetap di sana selama satu bulan. Pada malam
harinya saya dan beberapa anggota KKN MAGER 066 rapat dengan dua kelompok
lainnya yang satu desa dengan kami. Dalam rapat di malam itu kami menghasilkan
kapan waktu untuk pembukaan, bagaimana konsumsinya, dan konsepnya seperti apa.
Tanggal 28 Juli 2016 pelaksanaan acara pembukaan kegiatan KKN di Kantor Desa Kalongsawah
yang dihadiri oleh sekretaris desa, kepala dusun, perwakilan dosen pembimbing,
tokoh masyarakat dan seluruh peserta KKN wilayah Kalongsawah yaitu kelompok
065, 066, dan 067. Namun sangat disayangkan lurah Desa Kalongsawah yaitu Bapak
Engkus Kusmana berhalangan hadir dalam pembukaan tersebut. Lalu pada hari Jum’at
tanggal 29 Juli 2016 kami berkunjung ke SDN Kalongsawah 07 untuk mengabarkan
bahwa kami akan mengadakan kegiatan mengajar di SD tersebut. Setelah itu kami mengunjungi
UPT (Unit Pelaksana Tugas) pendidikan Kecamatan Jasinga untuk mengkonfirmasi
terkait perizinan kegiatan mengajar. Setelah itu kami kembali ke rumah
kontrakan kami.
Saya akan menceritakan kondisi tempat saya
tinggal, kondisi kontrakan yang kecil dengan tangga yang terbuat dari kayu yang
sering lepas, kondisi lantai atas yang terbuat dari kayu, sehingga kita tidak
bisa bergerak bebas ketika berada di lantai atas, serta kondisi dapur seadanya,
dan kamar mandi yang jika saya ingin menggunakan kamar mandi itu untuk mandi
atau buang air maka saya harus menimba air terlebih dahulu. Pikiran saya pada
saat itu sangat senang sekali karena saya bisa belajar hidup mandiri. Dengan
kondisi seadanya dan satu kontrakan alakadarnya harus diisi oleh 11 orang. Menarik
sekali, terkadang kami harus bergantian mandi, saya dan beberapa teman akhirnya
harus mandi di masjid atau toilet pom bensin, bayangkan hanya untuk mandi saja
saya harus menggunakan motor terlebih dahulu. Bandingkan dengan kondisi di rumah
orang tua kita yang mana air hanya tinggal buka kran air lalu mandi dan kamar
mandi ada dua sehingga tidak perlu antri.
Selain kondisi kontrakan yang unik, ada satu
hal yang mana saya sangat jarang sekali lakukan tetapi harus saya lakukan saat
KKN, yaitu mencuci piring, menyapu, mencuci
baju, dan menyetrika baju. Jika saya di rumah, semua pekerjaan itu sudah ada yang
mengerjakan. Sehingga hidup saya terlalu dimanja karena keadaan. Tetapi sejak
KKN saya akhirnya tersadar bahwa, menjadi laki-laki yang mandiri itu jauh lebih
hebat. Entah jika bukan karena KKN mungkin saya belum melakukan hal itu lagi.
Kegiatan awal yang saya lakukan adalah
mengajar di SDN Kalongsawah 07. Saat pertama kali datang di sekolah ini saya
sangat terenyuh melihat kondisi sekolah. Sekolah tersebut hanya memiliki empat
ruang, di mana tiga ruangan dipakai untuk kegiatan mengajar, dan 1 ruangan
digunakan untuk ruang guru. Dalam satu ruang kelas terdapat 2 kelas yang
mengisi. Kelas satu dan kelas dua digabung, begitu selanjutnya. Lalu buku-buku pelajaran
yang mereka gunakan juga sudah usang,
perpustakaan sekolah hanya terdapat beberapa buku saja dan letaknya
berada di dalam ruang guru. Kondisi lapangan dipenuhi batu-batu. Lalu kondisi
kamar mandi jika ingin digunakan maka harus menimba air terlebih dahulu. Namun
dengan kondisi seperti itu, seluruh siswa SDN Kalongsawah 07 tetap semangat menuntut ilmu, semangat juang
mereka tak akan pernah berkurang meski kondisi tidak mendukung, keceriaan
selalu ada dalam wajah mereka, tak peduli kondisi infrastruktur yang kurang
memadai. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala
selalu menjaga mereka. SDN Kalongsawah 07 saya mengajarkan mata pelajaran IPA
dari kelas 1-6. Ada hal menarik yang saya temukan di sana yaitu siswa kelas 1
dan kelas 2 mereka hanya bisa menggunakan bahasa Sunda. Sehingga ketika saya
menjelaskan, mereka banyak yang tidak paham dengan perkataan saya. Lalu hal
seru lainnya ketika saya mengajar IPA di kelas 6. Mereka sangat antusias
sekali, bahkan lebih antusias dari saya. Sistem mengajar yang saya terapkan
adalah menjelaskan, mencatat, dan memberikan kuis diakhir jam pelajaran. Jika
ada yang menjawab benar dalam kuis, maka akan mendapatkan hadiah. Alhamdulilah
karena hal itu semua siswa kelas 6 menjadi lebih semangat lagi dalam belajar.
Terdapat satu siswa yang menarik perhatian
saya, ia bernama Aep. Aep seorang bocah laki-laki kelas 3 yang selalu dijadikan
bahan candaan oleh teman-temannya. Tak jarang saya mendengar kata-kata kasar
dikeluarkan temannya untuk Aep. Tetapi entah kenapa Aep selalu senang dan
tersenyum. Dia selalu ceria dalam keadaan apapun, ketika belajar pun semangat
juangnya sangat tinggi. Kondisi seperti itu membuat saya belajar bahwa jangan
pernah hiraukan kicauan buruk sekelilingmu, balaslah hal itu dengan senyuman.
Semoga Aep menjadi anak yang bisa membanggakan kedua orang tuanya.
Lalu kegiatan selanjutnya yang kami lakukan
adalah sosialisasi bahaya narkoba yang dibawakan oleh BNN Kab. Bogor. Kegiatan
tersebut dilaksanakan di Masjid Jami Nurul Hidayah, Kampung Peuteuy pada pukul
14:00-15:20. Acara seminar tersebut diisi oleh Ibu Rika selaku Kepala Seksi P2M
BNN Kabupaten Bogor. Kegiatan tersebut memiliki sasaran untuk anak-anak, para remaja,
serta ibu-ibu. Mereka sangat antusias sekali dengan sosialisasi tersebut. Saya
pun mendapatkan ilmu terkait bahaya narkotika.
Kegiatan lain yang saya lakukan di sini salah
satunya adalah sosialisasi terkait vertikultur di Kampung Toge Lebak. Pada
awalnya saya sangat pesimis sekali hal itu bisa terlaksana, ternyata hanya
kurang dari waktu 10 menit setelah saya mengumumkan warga sudah berkumpul. Kegiatan
berlangsung sangat meriah sekali, masyarakat sangat antusias mengikuti
sosialisasi ini, di sini masyarakat bukan hanya melihat, melainkan ikut membuat
langsung vertikultur. Semua elemen masyarakat hadir, dari yang masih bayi
hingga nenek-nenek turut serta membuat vertikultur. Indahnya kebersamaan.
Pada hari Kamis tanggal 11 Agustus 2016, saya
dan sebagian teman KKN MAGER 066 menuju Kota Bogor untuk mengantar kawan saya yang
sakit, lalu dilanjutkan dengan pembelian alat-alat kebersihan. Saya berkunjung
ke salah satu pasar yang ada di Kota Bogor dekat Taman Topi. Di pasar tersebut
sangat lengkap, namun sayang sekali alat-alat kebersihan sangan sulit
ditemukan. Tujuan utama kita membeli alat kebersihan ini di Kota Bogor salah
satunya adalah agar harga yang kita dapatkan jauh lebih murah, sehingga kita
bisa menghemat pengeluaran. Pada akhirnya setelah mengitari pasar selama
berjam-jam, kami menemukan alat kebersihan yang murah harganya. Nilai-nilai
perjuangan untuk mendapatkan sesuatu yang sesuai keinginan terdapat di sini,
selain itu kita harus bersabar jika ingin mendapatkan sesuatu meskipun kita
harus ke tempat yang jauh sekalipun.
Kegiatan yang menarik lainnya menurut saya
adalah kami anggota KKN MAGER 066 mengadakan nonton bareng di dua kampung yaitu
Kampung Peuteuy dan Kampung Toge Lebak. Kembali saya menyaksikan indahnya
kebersamaan, semua warga ikut berkumpul dan menyaksikan film yang kami tayangkan.
Melihat wajah-wajah ceria mereka sangat membuat rasa lelah dalam diri saya
hilang seketika merasa puas. Keceriaan seperti ini yang kembali tidak pernah
saya dapatkan selama saya di Jakarta. Kebersamaan semua elemen masyarakat tidak
memandang dia siapa atau apa membuat mereka saling mencintai antar warga.
Adakah hal itu di Jakarta Ibu Kota tercinta ?
Kegiatan lainnya yang kami kerjakan adalah
membangun gapura. Proses pembuatan gapura berlangsung selama 4 hari di mana
kami anggota KKN MAGER 066 dibantu oleh warga Kampung Toge Lebak. Pak Ace
adalah warga tersebut, meskipun beliau sudah berumur, tetapi semangat beliau
tidak pernah pudar. Bahkan ketika kami sudah mulai lelah, beliau yang sudah tua
justru sangat bersemangat sekali dalam membangun gapura.
Saya mengunjungi PAUD Darussalam yang
terletak di Kampung Toge Lebak, kondisinya sangat sederhana sekali untuk
seukuran PAUD di Kota Jakarta. Kondisi cat yang mulai pudar, papan tulis yang
hanya menggunakan tembok tanpa papan, dan alat tulis yang seadanya. Hal itu
membuat saya dan kawan-kawan berinisiatif untuk memperindah ruang kelas dengan
mengecat ulang tembok yang sudah mulai pudar, dan kami membeli beberapa alat
tulis serta meja belajar untuk keperluan PAUD. Tak lupa juga kami membeli
beberapa buku bacaan atau buku bergambar untuk mereka.
Tiba saatnya pada tanggal 15 Agustus 2016, di
mana hari kemerdekaan semakin dekat. Saya dan kawan-kawan KKN MAGER 066 beserta
warga, membuat hiasan bendera beserta air pewarna yang dimasukkan kedalam
plastik lalu diikat untuk dihias di jalan-jalan sekitar Kampung Peuteuy. Setiap
warga membayar iuran Rp25.000,- untuk hiasan serta untuk kegiatan lomba. Pada
tanggal 16 Agustus, saya dan beberapa kawan saya pergi ke Kota Bogor untuk
mencetak spanduk untuk kegiatan Tabligh Akbar. Demi mendapatkan harga yang
murah, jarak hingga Kota Bogor pun kami tempuh. Sampai pada tanggal 17 Agustus
2016, kami mengadakan beberapa lomba kecil-kecilan, di antaranya tarik tambang
dan lomba bermain bola. Lomba tarik tambang berlangsung sangat meriah, diawali
dengan warga vs warga, lalu yang paling seru dan menarik adalah antara warga vs
mahasiswa. Lomba berlangsung dengan penuh canda dan gelak tawa membuat kami
serasa kembali seperti masa kecil dulu. Lalu setelah lomba tarik tambang, saya
dan beberapa anggota laki-laki berkumpul dengan bapak-bapak untuk mendirikan spanduk
kegiatan Tabligh Akbar. Proses mendirikan spanduk dilakukan secara gotong
royong antara warga dengan para mahasiswa.
Ada beberapa hal yang menurut saya cukup lucu
sekaligus melelahkan. Di Kampung Peuteuy, ketika kita sudah diajak ngobrol oleh bapak-bapak, maka obrolan
tersebut bisa tidak akan selesai sampai waktu malam tiba. Pernah saya ngobrol terkait program kepada salah
satu warga, saya berbincang dari pukul 9 pagi, baru selesai jam 2 siang. Itupun
karena bapak itu ada acara, mungkin kalau tidak obrolan saya dengan beliau bisa
berlangsung hingga sore atau bahkan malam hari. Jika saya pergi lebih dulu juga
tidak sopan karena beliau orang tua, tetapi jika terus menuruti bisa pegal dan lelah
juga saya. Menarik memang warga Kampung Peuteuy.
Di dekat kami tinggal, ada ibu-ibu yang cukup
baik, beliau sangat sederhana orangnya serta asyik. Terkadang kami berbagi
pengalaman dengan beliau terkait kondisi warga di Kampung Peuteuy, bahkan berbagi
pengalaman terkait hal-hal lainnya. Ibu tersebut biasa kami panggil Ibu Susi.
Rumah beliau selalu dijadikan tempat cuci baju bahkan mandi oleh teman-teman
perempuan kelompok saya. Beliau juga sering sekali membawakan kami makanan ke
kontrakan. Di rumah beliau saya dan teman saya Febrian pernah menonton bola
saat tengah malam. Lalu beliau menjadi tempat curhat teman-teman ketika
mengalami beberapa masalah. Padahal kami baru beberapa hari di sini tetapi
serasa sudah kenal lama dengan warga Kampung Peuteuy. Kebersamaan seperti ini yang
akan saya rindukan jika sudah kembali ke Jakarta.
Di Kampung Peuteuy ini, terdapat beberapa
problem sosial. Di antaranya pengurus masjid masih suka berselisih paham,
bahkan berbeda gang saja bisa bertengkar hanya karena masalah kecil. Itu salah
satu kekurangan yang ada di Kampung Peuteuy. Tetapi jika mereka bertemu, entah
kenapa suasana seperti tidak terjadi apa-apa. Mungkin ini dinamakan perang
dingin. Namun sangat disayangkan hanya karena berbeda gang saja bisa ribut.
Kegiatan terakhir yang saya lakukan dengan
kawan-kawan adalah mengadakan acara Tabligh Akbar dengan mengundang ustad dari
Jakarta. Dalam prosesnya, terlihat sekali gotong royong antara kami, para warga,
pengurus masjid, dan remaja masjid. Ketika malam harinya ba’da Isya, acara Tabligh
Akbar dimulai. Saya mulai harap-harap cemas karena kondisi cuaca sedang hujan
rintik-rintik kecil, tetapi Alhamdulilah tak berapa lama hujan reda sehingga
kegiatan berjalan dengan lancar.
Tabligh Akbar adalah kegiatan terakhir saya
dan kawan-kawan KKN MAGER 066. Keesokan harinya saya dan kawan-kawan
mengunjungi rumah Pak Ace selaku ketua RT Kampung Toge Lebak untuk berpamitan,
suasana haru menyelimuti kami. Lalu pada malam harinya kami diundang untuk
makan malam bersama warga sebagai tanda penutupan dan malam terakhir kami di Kampung
Peuteuy, lalu dilanjutkan nonton bareng bersama warga.
Pada tanggal 24 Agustus 2016, sesuatu yang
pada awalnya ingin cepat dilalui namun pada saat ini rasanya tidak ingin
berjumpa dengan tanggal tersebut. Kami melaksanakan acara penutupan kegiatan KKN
di Kantor Desa Kalongsawah yang dihadiri oleh sekretaris desa, kepala dusun,
perwakilan dosen pembimbing, tokoh masyarakat, dan seluruh peserta KKN wilayah Kalongsawah
yaitu kelompok 065, 066, dan 067. Kembali sangat disayangkan lurah Desa Kalongsawah
berhalangan hadir dalam penutupan. Seusai acara penutupan, kami mulai foto-foto
untuk kenang-kenangan kami di Jakarta. Lalu kami melakukan sedikit aksi kecil-kecilan
di depan Kantor Desa Kalongsawah untuk menuntut hak-hak masyarakat Kalongsawah yang
tidak diberikan berupa orasi.
Terdapat beberapa hal menarik yang saya dan
kawan-kawan KKN MAGER 066 temui di sini, pada awal kita berbincang dengan sekretaris
desa terkait pembangunan kembali jembatan gantung yang menghubungkan antara Kampung
Peuteuy dan Kampung Toge Lebak yang sekarang sudah mulai rusak, bahkan kaki
saya pernah jeblos di jembatan itu. Pada awalnya sekretaris desa mengatakan
bahwa dana untuk renovasi jembatan adalah 150 juta, lalu ketika usai penutupan
kawan saya mewawancarai sekretaris desa kembali dan dana renovasi jembatan
menjadi hanya 50 juta, lalu yang warga Kampung Peuteuy dan Kampung Toge Lebak
ketahui dana tersebut adalah 250 juta. Entah yang mana yang benar, yang jelas
segala sesuatu akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semoga Kampung Peuteuy dan Kampung Toge Lebak
mendapatkan pemimpin yang amanah serta berpihak pada rakyat.
Program dari KKN MAGER 066 kami Alhamdulilah
telah berjalan dengan lancar semua, apapun yang sudah kami susah payahkan
selama ini, telah berbuah manis. Tujuan yang kami cita-citakan, maka sudah
terwujudkan. Di akhir adalah di mana hari yang sangat mengharukan bagi kami.
Kami haruslah berpisah dari tempat yang sudah kami anggap sebagai rumah
sendiri, tak kuasa saya dan teman-teman harus melalui ini. Sedih yang kami
rasakan saat meninggalkan keluarga Kampung Peuteuy dan Toge Lebak di sana. Kami
menangis bahkan mereka ikut lebih menangis. Sungguh adalah hal yang paling
berat untuk saya dan kami semua.
Meskipun KKN ini sudah berakhir, bukan
berarti tali persaudaraan kita juga berkahir. Terima kasih KKN MAGER 066 yang
hanya satu tiada dua ataupun tiga, dan keluarga Kampung Peuteuy dan Kampung Toge
Lebak. Banyak sekali pelajaran yang saya dapatkan dari kegiatan ini, keramah-tamahan,
gotong royong, semangat juang, keceriaan, dan lain sebagainya. Terima kasih
atas semua pelajaran yang telah diberikan. -Sekian-
Komentar
Posting Komentar