Mesir Masa Islam
PENDAHULUAN
Mesir
terkenal dengan sejarah peradabannya yang telah ada semanjak 4000 tahun SM.
Selain itu setiap agama Samawi memiliki hubungan sejarah dengan Mesir. Mesir
mendapat julukan Negeri Seribu Menara, Negeri Para Nabi, Negeri Kinanah dan
lain sebagainya.
Nama
Mesir atau Misr merupakan nama yang
diberikan oleh orang Arab yang melintasi daerah tersebut dalam perjalanan
dagang ke Asia dan Afrika. Nama lain dari Mesir yakni Egypt, nama yang diberikan orang Barat ketika menyebut Mesir. Islam
masuk ke Mesir dibawa oleh sahabat Rasulullah sekaligus seorang panglima perang
yang hebat yakni Amr bin Ash pada tahun 640 M. Masyarakat Mesir pada waktu itu mayoritas
menganut Kristen Koptik. Setelah Mesir berhasil ditaklukan, Amr bin Ash
menjadikan kota Fushtat sebagai ibu kotanya.
Penaklukan
bangsa Arab terhadap Mesir bukanlah awal persingungan politik dan peradaban
antara bangsa Arab dan bangsa Mesir. Sebelumnya telah terjadi hubungan-hubungan
sejak masa Mesir Firaun tepatnya pada masa raja Shora. Hubungan tersebut
diantaranya ialah perdagangan dengan Yaman pada masa Al-Ma’iniyah[1]
dan hubungan-hubungan perdagangan ini juga terjadi pada masa Ptolamus (261 SM).[2]
Amr
bin Ash sendiri adalah seorang pedagang yang sering pulang pergi ke Mesir
memperdagangkan kulit dan minyak wangi dan ia sempat menyaksikan hari raya-hari
raya penduduk Alexandria dan permainan-permainan mereka. Bangsa Arab Utara
merasakan tali kekeluargaan yang menghubungkan mereka dengan Mesir. Salah
satunya yakni Ibunda nabi Ismail As, Siti Hajar, adalah orang Mesir. Maka dari
itu pada saat bangsa Arab menaklukan Mesir bukanlah hal yang mengejutkan karna
jauh sebelum itu mereka sudah bersingungan.
Penaklukan
Arab terhadap Mesir diikuti perpindahan suku-suku Arab ke negeri tersebut. Hal
ini menjadi sarana persingungan secara langsung antara bangsa Arab dan Bangsa
Mesir dalam proses Arabisasi Mesir. Atas penaklukan tersebut Mesir memasuki
sejarah baru yakni masa Islam.
PEMBAHASAN
Mesir
mempunyai peran penting dalam sejarah perkembangan Islam. Pada masa Nabi
Muhammad SAW, dakwah Islam sudah masuk ke Mesir. Peran yang dimainkan Mesir
dalam sejarah perkembangan Islam dapat dilihat dalam beberapa bidang yakni
bidang perluasan wilayah Islam, ilmu pengetahuan, pendidikan dan kebudayaan.
- Masuknya Islam Ke
Mesir
Islam
masuk ke Mesir melalui panglima perang Amr bin Ash tahun 640 M, pada masa
Khalifah Umar bin Khathab. Terdapat perbedaan mengenai siapa yang mencetuskan
ide penaklukan terhadap Mesir dan jumlah pasukan yang dibawa oleh Amr bin Ash.
Para sejarawan Arab menyebutkan bahwasahnya ide penaklukan Mesir datang atas
inisiatif Amr bin Ash yang pada masa Jahiliyyah sering datang ke Mesir untuk
menjual kulit dan minyak wangi. Amr berangkat ke Mesir dengan membawa 4.000
pasukan atau 3.500 pasukan menurut pendapat yang lain. Pendapat lain mengatakan
bahwa ide penaklukan tersebut datang dari Khalifah Umar bin Khathab.
Terlepas
dari perbedaan pendapat tersebut, mengenai keinginan menaklukan Mesir ini salah
satunya didasari hadits Nabi yakni “Sepeninggalku nanti, adalah kewajiban
kalian untuk membebaskan Mesir. Maka, perlakukanlah penduduknya dengan baik
karena mereka masih mempunyai ikatan dan hubungan kekeluargaan dengan kita”.[3]
Hadits tersebut memberikan petunjuk bahwa masyarakat Mesir merupakan keluarga
dari Nabi Ismail, sebab Siti Hajar ibunda nabi Islamil adalah orang Mesir.
Dalam redaksi lain disebutkan “karena mereka memiliki hak dan hubungan
pernikahan dengan kalian”. Hubungan pernikahan disini merujuk kepada Maria Al-Qibtiyah istri
Rasulullah SAW.[4]
Sebelum
melaksanakan penaklukan ke Mesir, saat itu umat Islam telah berhasil menaklukan
Suriah dan Palestina. Amr bin Ash menerangkan kepada Khalifah Umar bin Khathab
perihal pentingnya Mesir dalam pencaturan dunia saat itu serta kesuburan
negerinya berkat keberadaan sungai Nil. Permohonan Amr bin Ash pun dikabulkan
oleh Khalifah. Maka berangkatlah Amr bin Ash beserta tentaranya ke Mesir
melalui Gurun Sinai. Sesampainya di Al-Arisy, Amr menaklukan kota tersebut
tanpa perlawanan.
Sebelum
penaklukan Arab atas Al-Arisy, kota ini dikenal dengan nama Renaul Corora. Al-Arisy
(Jaufar Al-Arisy) merupakan jalur
lama yang utama bagi bangsa semit dan bangsa Arab yang berdatangan ke Mesir.
Gelombang hijrah tersebut berupa hijrah untuk tujuan ekonomi dengan menetap di
Teluk Al-Aqabah seperti orang-orang Madyan atau melewati seluruh Sinai seperti
orang-orang Kan’an. Selain itu ada juga hijrah yang merupakan
penyerangan-penyarangan yang bertujuan menguasai Mesir seperti bangsa Hexos dan
bangsa Arab. Jalur Al-Arisy ini juga merupakan jalur suci yang pernah dilewati
oleh Nabi dan Rasul dari negeri Palestina, Madyan dan Mesir seperti nabi Ibrahim,
Yakub, Yusuf dan Musa. Jalur ini juga pernah dilewati Siti Maryam dan nabi Isa
ketika bayi saat keluar dari Mesir dan ketika pulang ke Palestina.[5]
Selain itu jalur Al-Arisy ini merupakan jalur para
pedagang dan jamaah haji sepanjang zaman.Wilayah Jaufar Al-Arisy tetap menjaga
nilai strategisnya sebagai jalur utama antara Asia dan Afrika dan
wilayah-wilayah tempat tinggal penduduk terutama suku-suku Arab yang menetap
dinegeri Madyan seperti bangsa Nabasia,
Ghassan hingga penaklukan bangsa Arab terhadap Mesir (masuknya Islam).
Setelah
dari Al-Arisy, Amr bin Ash melanjutkan ekspedisinya ke Al-Farma, sebuah kota
tua yang meiliki benteng kuat sekaligus menjadi pintu gerbang Mesir dari arah
Timur. Sebelumnya benteng tersebut dinamakan bentang Piloz yang terletak di Timur
Port Sa’id pada zaman sekarang. Pengepungan tentara Amr bin Ash terhadap
benteng tersebut berlangsung hampir satu bulan hingga kota tersebut jatuh
ketangan kaum Muslimin. Sejak saat itu kota Al-Farma menjadi pangkalan yang
mengamankan bangsa Arab untuk menuju negeri Syam dan Hijaz. Dari Al-Farma Amr
bin Ash beserta pasukannya melanjutkan perjalanannya ke benteng Bilbis dan
dikota tersebut ia bertemu dengan panglima Aretion yang telah melarikan diri ke
Mesir saat Yerusalem menyerah.[6]
Amr bin Ash dan pasukannya berhasil membuka benteng dan melanjutkan
perjalanannya hingga tiba di Ummu Danin, sebuah desa yang terletak di Utara
benteng Babylon.
Untuk
menaklukan benteng Babylon ini Amr bin Ash dan pasukannya mengalami kesulitan
hingga mengirimkan surat kepada Khalifah Umar bin Khathab untuk meminta bantuan
pasuka. Lalu Khalifah memberikan bantuan 4000 pasukan dibawah komando Zubair
bin Awwam, Miqdad bin Amr, Ubadah bin Ash-Shamit ddan Maslamah bin Makhlad. Amr
bin Ash berhasil membuka benteng Babylon setelah pengepungan selama tujuh
bulan. Lalu bangsa Arab membuat perjanjian dengan rakyat Mesir yang dikenal
dengan perjanjian benteng Babylon I pada 19 H/640 M.[7]
Pada
tahun 647 M, setelah penyerahan Alexandria (awal Muharam, 21 H/642 M), seluruh
negeri berada di bawah kekuasaan Islam [8]dan
pada abad 9 M, sebagian besar rakyat Mesir telah masuk Islam.[9]Singkatnya
seluruh wilayah Mesir berhasil dibebaskan dari kekuasaan Romawi Timur oleh Amr bin Ash dan sejak saat
itu Mesir berada dalam naungan Islam dan menjadikan Fushtat sebagai ibu kotanya.
Yahudi dan Kristen di wilayah Muslim bisa hidup sesuai dengan hukum agama
mereka sendiri sebagai dzimmi (ditoleransi
masyarakat subjek) tetapi harus menyerahkan hak politik tertentu dan membayar
pajak khusus. Islam tidak memaksakan warga Mesir untuk memeluk Islam. Mereka
yang masih menginginkan memeluk agama asal mereka dipersilahkan tinggal di
Mesir dan mendapat perlindungan dari pemerintah Islam dengan membayar jizyah.[10]
Dalam
konsep fiqh dinyatakan bahwa penduduk
non Muslim disuatu wilayah yang berada dibawah kekuasaan Islam dianggap sebagai
kaum dzimmi yang harus dilindungi
dengan syarat mereka mau membayar pajak perlindungan (jizyah) dan tidak melakukan perlawanan terhadap penguasa Muslim.
Ada beberapa alasan mengapa warga Mesir tertarik untuk memeluk Islam
diantaranya yakni dengan masuk Islam membebaskan mereka dari membayar jizyah, karena beberapa khalifah
menerapkan pajak yang tinggi terhadap gereja dan adanya larangan mengangkat
pegawai negara dan tentara dari kaum dzimmi.
Setelah
masa pemerintahan berturut-turut setelah masa Khulafauurasyidin secara
berturut-turut berada dibawah kekuasaan beberapa dinasti, diantaranya:[11]
a. Dinasti
Umayyah (660-750 M)
b. Dinasti
Abbasiyah (750-1258 M)
c. Dinasti
Thulun (868-905 M)
d. Dinasti
Ikhsidiyah (935-969 M)
e. Dinasti
Fatimiyah (909-1171 M)
f. Dinasti
Ayubiyah (1171-1250 M), diiringi dengan peristiwa perang Salib (1096-1273 M)
g. Dinasti
Mamluk (1250-1517 M)
h. Turki
Usmani (Ottoman)
Seiring
berjalannya waktu, kedatangan Islam di Mesir telah mempengaruhi kehidupan
sosial masyarakatnya. Perubahan tersebut meliputi: [12]
a.
Arabisasi
Masyarakat Mesir
Walaupun
Islam masuk pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khatab, orang-orang Arab
sudah ada yang hidup di Mesir jauh sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan adanya
kontak perdagangan antara Mesir dan Jazirah Arab sebelum Islam datang. Amr bin
Ash mengetahui wilayah Mesir dengan baik sehingga ia bisa dengan mudah
menaklukannya karena ia termasuk orang Arab yang juga melakukan perdagangan ke
Mesir. Adapun berkembangnya budaya Arab di Mesir di pengaruhi oleh beberapa
hal:[13]
Pertama,
Migrasi Orang Arab ke Mesir. Setelah Mesir berhasil ditaklukan, khalifah pun
menunjuk orang kepercayaannya dari bangsa Arab menjadi pemimpin atau gubernur
disana. Gubernur membawa prajuritnya, dan prajuritnya ini membawa sanak
keluarganya. Kemudian orang-orang Arab yang lainya pun menyusul bermigrasi ke
Mesir. Kedatangan orang-orang Arab ini tentu saja ikut mempengaruhi terhadap
kebudayaan dalam masyarakat Mesir. Mereka melakukan interaksi baik melalui
pernikahan, perdagangan, pertanian dan sektor lainnya hingga melahirkan
kebudayaan baru di Mesir.
Kedua,
tersebarnya bahasa Arab. Sebelum Islam datang, bahasa resmi Mesir adalah bahasa
Yunani dan Koptik (Qibti). Selang tiga abad setelahnya masyarakat Arab datang
ke Mesir dan membaur sehingga bahasa Arab menjadi bahasa resmi Mesir.
Ketiga,
tersebarnya agama Islam. Orang Arab yang bermigrasi ke Mesir setelah Islam berhasil membebaskan
Mesir ataupun juga orang Arab yang datang ke Mesir hanya tujuan perdagangan
saja, mereka sekaligus mengemban misi dakwah agar Islam semakin menyebar luas.
Perubahan
lainnya setelah masuknya Islam ke Mesir yakni berpengaruh pada adat dan tradisi
masyarakat Mesir. Sejak Islam masuk
perayaan umat beragama bertambah yakni perayaan Idul Fitri dan Idul adha.
Selain itu penyebaran Islam di Mesir juga berpengaruh kepada cara berpakaian
masyarakatanya. Mayoritas warga Muslim yang berasal dari Arab mengunakan jubah
dan sepatu khuf. Pakaian ini mengalami perubangan pada masa Sulaiman bin Abd
Malil dari Dinasti Umayyah.
b.
Pengaruh
Pemikiran Keislaman
Ketika
Mesir telah berhasil ditaklukan oleh Islam, Amr bin Ash memindahkan ibu kota
Mesir dari Isakandariah ke Fushtat. Hal ini tentu saja berpengaruh perkembangan
pemikiran disana. Jika sebelumnya Iskandariyah merupakan kota yang maju dan
ramai, kini kemajuan itu berangsur-angsur berpindah ke Fushtat. Jika perhatian
keilmuan sebelumya adalah ilmu-ilmu dan filsafat Yunani, pada masa itu keilmuan
Islam yang mendominasi.
Perkembangan
ilmu pengetahuan di Mesir pada masa Islam dibagi menjadi dua periode, yakni
periode sebelum munculnya kegiatan penerjemahan dan periode setelahnya.[14]
Pada periode sebelum munculnya penerjemahan buku-buku asing, kegiatan keilmuan
di Mesir tertuju pada bidang keislaman saja seperti fiqh, hadits dan tafsir dan
ilmu-ilmu bahasa seperti Sharaf, Prosa, Puisi dan Balaghah. Adapun periode
setelah munculnya kegiatan penerjemahan buku-buku asing, pengkajian keilmuan
mulai meluas pada kedokteran, astrnomi, kimia, arsitektur dan lain sebagainya. Majlis
ilmu yang digunakan untuk mengkaji keilmuan ini diantaranya masjid, rumah
pejabat dan tempat umum yang biasa digunakan orang berkumpul.
2.
Peninggalan
Masa Pemerintahan Islam
Menurut
buku Selayang Pandang Mesir yang diterbitkan oleh Kedutaan Besar Republik
Indonesia Cairo, peninggalan Mesir masa Islam yang terkenal adalah sebagai
berikut:[15]
a.
Masjid Amr Ibn El Ash
Masjid ini terletak di daerah Fushtat,
MisrEl Qadima (Old Egypt),yang dijadikan ibukotadi kala itu. Masjid iniselain
merupakan masjid pertama di Afrika yang dibangun oleh Panglima Amr bin Ash dan merupakan
salah satu Masjid terluas di Mesir, yang menggambarkan kesederhanaan namun
penuh dengan nilai arsitek dari zaman sebelumnya.
b. Masjid
dan Universitas Al-Azhar
Masjid ini adalah Masjidpertama yang
dibangun olehDinasti Fatimiyah. Terletakdi tengah kota, daerah yangpenuh dengan
monumenIslam. Masjid ini dalambentuknya sekarang terdiridari beberapa bangunan
yangdibangun pada masa-masa berikutnya: seperti Universitas AlAzhar, asrama
pelajar (Ruaq) dan perpustakaan.Universitas Al Azhar merupakan salah satu
Universitas tertuadi dunia, dimana telah memulai memberikan kuliah sejak
tahun975 M, sampai sekarang. Disamping mahasiswa dari Mesir lebih
c. Masjid Sayyidina Hussein
Masjid initermasuk salah satuMasjid luas
di Cairo,dan dijadikan sebagaiMasjid Negara,dimana acara-acaraperingatan Hari
BesarIslam seperti MaulidNabi, Isra’ Mi’raj,Shalat Idul Fitri dst,yang dihadiri
KepalaNegara dan para menteri sering diselenggarakan di Masjid ini.
Didalam Masjid ini terdapat makam Imam
Hussein Bin Ali Bin AbiThalib, cucu Nabi Muhammad Saw, dari Fatimah El Zahra.
Padawaktu-waktu tertentu seperti Maulid Nabi Muhammad Saw danhari kelahiran
Sayyidina Hussein, Masjid ini ramai dikunjungipeziarah-peziarah dari
daerah-daerah terutama pengikut aliransufi, yang bahkan mereka mengadakan
perkemahan di sekitar Masjid tersebut.
d.
Masjid Imam Syafi`ie
Masjid Imam Syafei beradadi kawasan Hay
Syafei, pinggirankota Cairo yang termasuk dalamdaerah Old Cairo (Cairo Lama).
Masjid iniberdampingan dengan makamImam Muhammad bin Idris As-Syafei, yang
lebih dikenal dengannama Imam Syafei, salah satuimam dari empat mazhab ahli
sunnah. Imam mazhab ini pernahdi Irak, lalu hijrah ke Mesir, sehingga dalam
mazhab fikihnya adaistilah fatwa qadim dan jadid. Beliau wafat
pada tahun 820 M.Bangunan makamnya dipagari dengan dinding/pagar kayu
berukir,hadiah kaum muslimin India.
e.
Masjid Ahmad Ibn Thoulun
Masjid ini didirikan oleh Dinasti Thoulun tahun 879
M. Seniarsiteknya mewakili corak Masjid Mesir umumnya. Terletak dikawasan
Sayyeda Zainab,Cairo, dan merupakanMasjid ketiga terbesardi Mesir
semenjakpenaklukan Mesir olehPanglima Amru bin Ash.Masjid ini dihiasi
sejumlahbesar ornamen khas Islam,disamping menaranya yang spesifik dengan
tangga melingkar(seperti Menara Sumeria di Irak).
f.
Masjid Sultan Hassan dan MasjidRifai
Masjid Sultan
Hasan terletak disamping Benteng Shalahuddin, Masjid ini dibangun oleh Sultan
Hasan dari Dinasti Mamalik padatahun 1348-1351 M. Masjid ini berfungsi pula
sebagai sekolah 4mazhab dan mempunyai nilai arsitek Islam yang sangat
langka.Persis disisinya terdiri pula Masjid Rifai (diambil dari namaseorang
juru dakwah besar). Di dalam Masjid Rifai dimakamkanbeberapa raja, termasuk
Fuad II (Raja Farouk), raja terakhirMesir yang direvolusi tahun 1952. Juga ada
beberapa makamkaum kerabat dari raja Farouk, termasuk Syah Iran Reza Pahlevi, Emperor
terakhir Persi yang digulingkan pada tahun 1979.
g.
Benteng Shalahuddin
Benteng
(qal’ah) Salahuddin dibangun oleh panglimaSalahuddin Al-Ayyubi pada tahun 1183
untuk membentengi kotaCairo dari serangan luar, khususnya dimasa Perang Salib.
Di utarabenteng terdapat Masjid Al-Marmari yang dipenuhi oleh marmerdan granit,
kini dikenal dengan nama Masjid Muhammad Aliyangdibangun ala Turki Osmani
dengan kubahnya yang indahmenjulang 52 meter ke angkasa dan dua puncak menara
denganketinggian lebih dari 84 meter.
Di dalam
benteng saatini juga terdapat dua museum, yaitu Museum Permata
(QashrulJawharah) yang berisi perhiasan raja-raja Mesir, diantaranyasinggasana
Raja Farouk, dan Museum Polisi (Mathaf As-Syurthah)yang terdiri dari 6 bagian
(diantaranya ruangan yang memamerkansenjata-senjata yang pernah dipakai polisi
Mesir sepanjangsejarahnya, ruangan dokumen-dokumen penting semenjak
masapemerintahan Muhammad Ali Pasha hingga kini, dan ruanganruangan lainnya.
KESIMPULAN
Islam
masuk ke Mesir dibawa oleh sahabat Rasulullah sekaligus seorang panglima perang
yang hebat yakni Amr bin Ash pada tahun 640 M. Masyarakat Mesir pada waktu itu
mayoritas menganut Kristen Koptik. Setelah Mesir berhasil ditaklukan, Amr bin
Ash menjadikan kota Fushtat sebagai ibu kotanya. Pada tahun 647 M, setelah
penyerahan Alexandria, seluruh negeri berada di bawah kekuasaan Islam dan pada
abad 9 M, sebagian besar rakyat Mesir telah masuk Islam.
Setelah
masa pemerintahan berturut-turut setelah masa Khulafauurasyidin secara
berturut-turut berada dibawah kekuasaan beberapa dinasti, diantaranya: Dinasti
Umayyah (660-750 M), Dinasti Abbasiyah (750-1258 M), Dinasti Thulun (868-905
M), Dinasti Ikhsidiyah (935-969 M), Dinasti Fatimiyah (909-1171 M), Dinasti Ayubiyah
(1171-1250 M), diiringi dengan peristiwa perang Salib (1096-1273 M), Dinasti
Mamluk (1250-1517 M) dan Turki Usmani (Ottoman). Seiring berjalannya waktu,
kedatangan Islam di Mesir telah mempengaruhi kehidupan sosial budaya masyarakatnya.
Perubahan tersebut satunya terjadi karena proses Arabisasi masyarakat Mesir
disebabkan migrasinya penduduk Arab ke Mesir.
Adapun
peninggalan masa Islam yang terkenal diantaranya Masjid Amr bin Ash, Masjid Ahmad bin Thoulon,
Masjid Al Azhar, Masjid Imam Syafe’i, Masjid Sultan Hasan, dan Benteng Shalahuddin
Al Ayubi (Saladin).
DAFTAR
PUSTAKA
Arthur
Goldschmidt JR. A Brief History of Egypt.
Pennsylvania State University, USA:
2008.
As-Sayyid
Abdul Aziz Salim, Sejarah Bangsa Mesir:
Dari Masa Khulafaurrasyidin sampai Daulah Fathimiyah, terj. Masturi Irham. Pustaka
Al-Kautsar. Jakarta: 2015.
Ms.
Sharlyn Scott and Desert Vista HS. The History of Religion in Egypt: Ancient,
Coptic Christianity & Islam, World History & Geography.
Muhammad
Syafii Antonio. Ensiklopedia Peradaban
Islam: Kairo. Tazkia Publishing. Jakarta: 2012.
Kedutaan
Besar Republik Indonesia Cairo (KBRI Cairo), Selayang Pandang Mesir, Cairo: Garden City, 2014.
Qasim
A. Ibrahim dan Muhammad A. Shaleh. Sejarah
Islam: Jejak Langka Peradaban Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini , terj.
Al-Mausu’ah al Muyassarah fi al-Tarikh
al-Islami. Zaman. Jakarta: 2014.
[1] Negara Arab tertua yang
berdiri di Yaman (1300 SM-630 SM), memanjang di Al-Jauf wilayah daratan yang
terletak antara Najran dan Hadhramaut. Daulah Mai’niyah merupakan negara
perdagangan nomor satu yang menguasai jalur-jalur perdagangan antara Utara dan
Selatan.
[2] As-Sayyid Abdul Aziz
Salim, Sejarah Bangsa Mesir: Dari Masa
Khulafaurrasyidin sampai Daulah Fathimiyah, terj. Masturi Irham, Pustaka
Al-Kautsar, jakarta: 2015, hal. 2.
[3] HR. Muslim, no. 6658,
Kitab Fada’il as-Sahabah, Bab Wasiyyat an-Nabiyy bi Ahl Misr. Dikutip dari Muhammad Syafii Antonio , Ensiklopedia Peradaban Islam: Kairo,
Tazkia Publishing, Jakarta: 2012, hal. 9.
[4] Qasim A. Ibrahim dan
Muhammad A. Shaleh, Sejarah Islam: Jejak
Langka Peradaban Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini terj. Al-Mausu’ah al Muyassarah fi al-Tarikh
al-Islami , Zaman, Jakarta: 2014, hal. 147.
[6] Muhammad Syafii Antonio
, Ensiklopedia Peradaban Islam: Kairo,
Tazkia Publishing, Jakarta: 2012, hal. 115.
[8] Ms. Sharlyn Scott
and Desert Vista HS, The
History of Religion in Egypt: Ancient, Coptic Christianity & Islam, World
History & Geography, hal. 15.
[10] Arthur Goldschmidt JR, A Brief History of Egypt, Pennsylvania State University, USA: 2008.,
hal. 38.
[15]Kedutaan Besar Republik
Indonesia Cairo (KBRI Cairo), Selayang
Pandang Mesir, (Cairo: Garden City,
2014), hal.32-40.
Komentar
Posting Komentar