Revolusi Iran
ABSTRAK
Sejarah modern Iran didominasi oleh
Dinasti Pahlevi (1925-79).Di bawah Reza (Khan) Shah Pahlevi (1925-41) dan
puteranya Muhammad Shah Reza (1941-79).Hal ini terbukti dengan kudetamiliter yang
menggulingkan Muhammad Mossadegh dari posisinya sebagai perdana menteri.Pasca
kudeta yang disponsori oleh AS& Inggris tersebut, kekuasaan Muhammad Reza Pahlevi
selaku raja Iran (Shah) atas negaranya sendiri menjadi semakin kuat.Rakyat Iran
curiga bahwa kudeta tersebut di sponsori oleh negara-negara Barat.Tuduhan
tersebut bukan hanya isapan jempol belaka.Faktanya setelah Shah Reza menjadi
penguasa Iran, perdagangan dari Iran ke AS semakin pesat.Hukum-hukum berbau
sekuler diterapkan oleh pemerintahan Shah Reza. Tidak hanya itu, Shah Reza juga
mengganti kalender hijriah menjadi kalender kerajaan, pembentukan partai
Restakhiz dan lain sebagainya. Ayatulloh Khomeni sebagai tokoh agama
melancarkan kritikanya terhadap kepemerintahan Shah Reza Pahlevi. Begitu
seringnya Khomeini mengkritik pemerintah Iran sehingga ia pun ditangkap pada
tahun 1963 & diasingkan keluar negeri. Rakyat iran tak tinggal diam dengan
sikap pemerintahan yang diatur oleh barat, merekapun melakukan demonstrasi dan
mogok kerja besar-besaran dilakukan untuk mengulingkan Rezim Shah Reza. Sadar
bahwa rakyatnya sudah tidak mendukungnya, Shah Reza pun melarikan diri ke Mesir
dan tak pernah kembali lagi.Dengan ini, maka berakhirlah Rezim Reza
Pahlevi.Tanggal 1 Februari 1979, Khomeini tiba di Iran & langsung disambut
oleh jutaan pendukungnya dengan gegap gempita. Khomeini dan para pendukungnya
merumuskan untuk membuat Negara islam Iran dan dibuatlah referendum nasional
digelar untuk menentukan bentuk pemerintahan Iran yang baru. Hasilnya, lebih
dari 98 % rakyat Iran mendukung penggantian sistem pemerintahan Iran dari yang
awalnya kerajaan menjadi republik Islam Iran.
Kata kunci : Khomeini, demonstrasi, Negara islam iran,
rezim, Shah Reza.
Pendahuluan
Sejak Dinasti Pahlevi memimpin, Iran mengalami berbagai
gejolak yang pada akhirnya dinasti itu runtuh setelah Shah terakhirnya, yaitu
Shah Reza melarikan diri dari Iran. Pada awal mula pemerintahan Shah Reza, Iran
dalam kondisi ‘baik-baik saja’.Ia mendapat dukungan dari para ulama pada
tahun-tahun awal pemerintahannya. Pada waktu itu banyak orang masih menganggap
monarki sebagai pelindung terhadap sekularisme total dan ancaman komunisme.
Shah reza melakukan berbagai pembaharuan di bidang pendidikan, pertahanan, dan
lainya. Ketika Shah Reza menjadikan sekulerisme sebagai arah politik negaranya,
pada saat itu pula hubungannya dan para ulama memburuk.Amerika Serikat sebagai
Negara super power saat itu, melihat peluang yang menjanjikan tersebut, AS
dapat menjadikan Iran sebagai Negara bonekanya yang ada di Timur-Tengah.Kenapa AS
ingin menjadikan Iran sebagai Negara bonekanya? Karena Iran adalah salah satu
negara yang kaya akan minyak, dan juga AS ingin memperkuat pengaruhnya di
Timur-Tengah.
Amerika kemudian berkuasa penuh di Iran setelah partai yang
beraliran komunis di Iran yaitu Partai Tudeh dibubarkan dan setelah itu perdagangan
antara kedua Negara semakin pesat.Iran di bawah Mohammad Reza Syah adalah monarki
konstitusional yang semu. Dalam teori, Iran modern diperintah di bawah
konstitusi 1906 versi baru, yang dibuat untuk menetapkan pembatasan
kosntitusional bagi monarki dan ciri-ciri islami dari negara tersebut. Meskipun
memiliki konstitusi modern, Iran bukanlah sebuah negara sekular dalam arti
memisahkan negara dari agama. Raja haruslah menjadi pengikut Madzab Ja’fari
dari Syi’ah Dua Belas (Isna Asy’ariyah) dan menjadi pelindung keyakinan
itu; parlemen harus memasukkan lima ulama terkemuka dalam keanggotaannya untuk
menjamin bahwa tidak ada perundang-undangan yang bertentangan dengan hukum
Islam. Ketentuan konstitusi ini dimaksudkan untuk membatasi kekuasaan Syah dan
membuatnya bertanggung jawab terhadap Majlis Perwakilan.Meskipun demikian Shah
Reza malah membangun sebuah negara berdasarkan otoritas pribadi mereka,
mengidentifikasikan nasionalisme Iran dengan Dinasti Pahlevi, dan membatasi
ruang gerak serta menindas ulama.Hubungan pemerintahan Shah Reza dengan
partisipasi politik rakyat berubah dari kooptasi dan kerjasama menjadi oposisi
dan penindasan.Program rezim Syah menyerukan pembangunan negara sekuler dan
rezim nasionalis yang memusat dan selanjutnya program itu diarahkan kepada
modernisasi masyarakat yang sejalan dengan modernisasi Barat.Ada pepatah yang
mengatakan bagaikan punuk merindukan bulan. Kira kira itulah gambaran dari
cita-cita Shah Reza yang menginginkan moderinsasi iran. Bukanya mendapat
dukungan dari rakyat Iran, tetapi ia malah mendapat cercaan dari rakyat Iran
karena kediktatorannya dan juga karena rezim tidak mampu mengelola perekonomian
dengan baik. Tanda-tanda kejatuhan Dinasti Pahlevi mulai terlihat pada awal
tahun 1977. Pada saat itu, Presiden Amerika yang baru dilantik, Jimmy Charter,
menjadikan isu Hak Asasi manusia sebagai arah dalam kebijakan luar negerinya.
Iran sebagai salah satu sekutu Amerika harus menerima kebijakan itu kalau ingin
bantuan Amerika kepada Iran pada sektor ekonomi dan militer tetap
berlanjut.Dalam kondisi seperti ini, mau tidak mau, rezim Syah Reza harus mengikuti
kebijakan Amerika karena secara faktual Iran sangat tergantung kepada
Amerika.Masalah yang dihadapi Shah Reza bukan hanya itu, ratusan ribu rakyatnya
menggelar demonstrasi besar-besaran untuk menggulingkan dirinya. Sadar bahwa ia
tak lagi didukung rakyatnya, Shah Reza pergi dari Iran dan tak pernah kembali
lagi. Perginya Shah Reza dari menandai berakhirnya Dinasti Pahlevi.Dan pada
tahun 1979, Khomeini tiba di Iran & langsung disambut oleh jutaan
pendukungnya dengan gegap gempita. Khomeini dan para pendukungnya merumuskan
untuk membuat Negara islam Iran. Tanggal 30 - 31 Maret 1979, referendum
nasional digelar untuk menentukan bentuk pemerintahan Iran yang baru.
Revolusi itu merupakan sesuatu yang
monumental dalam sejarah Iran, bahkan sejarah umat Islam atau sejarah dunia,
karena tradisi absolutisme politik dalam sistem pemeritahan monarki dapat
diganti dengan sistem pemerintahan ulama bercampur dengan sistem demokrasi
modern. Revolusi itu mempunyai akar geneologis dalam sejarah revolusi Iran pada
masa silam dan sejarah bangsa itu yang kaya dan komplek.
Revolusi Islam Iran dan Pengaruh Khomeini
Latar Belakang Revolusi
Pengaruh Negara-negara barat di Iran sangat kuat,
sehingga kepentingan yang tidak sesuai dengan keinginan barat akan
disingkirkan. Ini terbukti sewaktu Mohammad Mosshadegh dikudeta oleh Reza
Pahlevi.Seiring kuatnya pengaruh Shah Reza terhadap Iran, ini menjadikan hubungan bilateral antara AS-Iran
semakin erat dan perdagangan kedua Negara
juga semakin pesat. Dan salah satu fenomena bergesernya
pengaruh Uni Soviet di Iran adalah keberanian Mohammad Reza melarang aktivitas
Partai Tudeh (partai beraliran komunis) pada 1949 dengan alasan keterlibatan
partai tersebut dalam usaha pembunuhan Syah Reza[1].
Gebrakan politik Syah tersebut tentu saja sangat disetujui oleh Amerika Serikat
yang ingin menghapus tuntas pengaruh Rusia dan juga Inggris di dalam negeri
Iran.Dan mulai saat itu Iran berada dalam pengaruh Amerika Serikat secara
mutlak.
Kemudian struktur politik yang
dibangun Shah Reza bertolak belakang terhadap struktur pemerintahan pada masa
tradisional iran, khusunya pada dinasti sebelumya.[2]Pemerintahan
Shah Reza kemudian memberlakukan kebudayaan barat yang ditentang oleh kalangan
Ulama setempat dan rakyat Iran.Kemudian munculah sebuah kelompok anti barat
yang bernama ‘westoxiation’ (Gharbzadegi)[3] yang
dipimpin oleh Jalal Al-Ahmad..
Dalam
hal kebijakan luar negeri, rezim Pahlevi juga dikritik karena kemauan rezim
tersebut untuk menjalin hubungan diplomatik dengan Israel yang notabene
dianggap sebagai negara penjajah & penindas rakyat Muslim Palestina.Memasuki
dekade 1970-an, Iran melancarkan program ambisius yang dikenal dengan nama
"Revolusi Putih". Beberapa poin penting dari program tersebut adalah
pengalihan kepemilikan lahan dari tuan tanah ke petani, swastanisasi sejumlah
perusahaan pemerintah, penyetaraan hak kaum wanita dalam hal pemilihan suara
& perceraian, pemberian hak bagi kaum pekerja untuk membeli sebagian saham
perusahaannya, serta penambahan fasilitas pendidikan & kesehatan di
seantero Iran.[4]Dampak
dari revolusi putih itu menimbulkan kesenjangan social yang sangat besar.Hasilnya
sudah bisa ditebak, bertambahnya populasi, habitat social yang berubah,
menjadikan Iran sebagai negara pengimpor makanan yang besar.Konsekuensinya,
harga-harga makanan melambung tinggi.Tidak adanya perbaikan di lahan pertanian,
menjadikan produktifitas tidak efisien[5].
Tak
hanya itu pula, intimidasi dan penindasan terhadap rakyat sendiri juga
dilakukan oleh rezim Reza Pahlevi bagi rakyat Iran yang tidak sejalan dengan
keinginan Shah Reza melalui badan intelijen Iran SAVAK. Dari akhir tahun1977,
banyak ditemukan insiden “misteruis” pemukulan dan bombardir terhadap pemimpin
oposisi dan pemrotes, umumnya itu dilakukan oleh rezim( Shah Reza) via SAVAK.[6]
Jalanya Revolusi
Setidaknya,
ancaman politik yang serius datang dari para pelajar, yang turun ke jalanan.Walaupun
selama setahun, para pelajar melakukan demo di dalam area kampus.Suatu ketika
gerakan protes tersebut meluas pada 1977-1978, pelajar mempunyai kebiasaan,
kecenderungan, dan pengalaman penting untuk menjadi partisipan dalam gerakan
revolusi.[7]Pada
tahun 1970-an barangkali lebih dari seribu pelajar turun ke jalan di waktu
bersamaan, dan banyak diantara mereka adalah oposisi pemerintahan Iran.
Kelompok oposisi yang paling kuat adalah Confederation of Iranian Students
(persekutuan pelajar Iran). Di tahun yang sama, asosiasi pelajar muslim, terkadang
dari Iran atau berasal dari berbagai Negara muslim, juga menjadi bagian penting
dari revolusi Iran ini.[8]Menjelang
akhir tahun 1977, pemerintahan Shah Reza juga mencium ancaman yang serius dari
organisasi keagamaan.Aktivitas Islam “kiri” sudah di ketahui oleh SAVAK. Di
Iran sendiri, Mujahidin-I Khalq, di dukung oleh para pelajar, penulis Talaqani,
Ayatullah Murtaza Mutahhari (1920-79) dan Dr Ali Shari’ati (1933-77)[9].
Bulan
Januari 1978, ribuan pelajar sekolah agama melakukan demonstrasi menuntut
pengembalian kebebasan berpendapat & berpolitik.Bulan berikutnya, pada
18-19 februari demonstrasi merebak ke Tabriz, kemarahan dan kebencian atas nama
para syuhada Qum meimimpin penyerangan ke bank-bank dan toko-toko miras yang
merupakan symbol westernisasi, dan kebencian terhadap partai Rastakhiz.
Kemudian itu terus berlangsung. Selama Mei, demonstrasi berlarut-larut di Qum,
penyerangan brutal dilancarkan oleh rezim Pahlevi ke rumah Ayatullah Shari
atmadari melalui satuan pasukan terjun payung, yang diduga dipimpin oleh
komandanJendral Manuchihr Khusraudad, secara pribadi.Tetapi Ayatullah tidak
sedang berada di rumahnya, tetapi dua muridnya yang menolak mengucapkan
“panjang umur Shah” di tembak mati.[10]
Para
ulama juga ikut turun ke jalan & bergabung dalam lautan manusia yang
menuntut lengsernya Shah.Waktu terus berjalan.Aksi-aksi menentang rezim Pahlevi
semakin lama semakin merajarela. Kali ini aksi-aksi tersebut bukan lagi sebatas
demonstrasi, tapi juga aksi mogok kerja massal yang melibatkan sekolah, kantor
pos, bank, fasilitas transportasi, institusi media, & pertambangan. Aparat lantas membubarkan paksa demonstrasi
tersebut dengan menembakkan senjata api mereka sehingga puluhan demonstran
dilaporkan tewas. Aktivitas komersial di seantero Iran mengalami
kelumpuhan! Kondisi ini diperparah
dengan kenyataan bahwa pendukung setianya ( AS dan Inggris) berbalik dan
mendukung oposisi[11].
Sadar
bahwa ia tidak lagi didukung oleh rakyatnya sendiri, Shah kemudian menunjuk
Shahpour Bakhtiar[12]
- salah satu tokoh sekuler anti-Shah - untuk menjadi perdana menteri Iran yang
baru. Bulan Januari 1979, Shah Pahlevi bersama keluarganya pergi ke Mesir dan tidak pernah kembali lagi ke Iran.Dengan perginya
keluarga Pahlevi, maka riwayat Kerajaan Iran pun berakhir & keinginan
rakyat Iran untuk menggulingkan pemimpin diktatornya berhasil terwujud.[13]
Untuk
mendinginkan situasi, Bakhtiar lantas membebaskan seluruh tahanan politik,
membubarkan SAVAK, & menjanjikan pemilu yang bersih sebagai pondasi bagi
pemerintahan Iran yang baru.Di pihak yang berseberangan, kelompok-kelompok
anti-Shah mulai membentuk organisasi politiknya masing-masing demi mendapatkan
jatah di pemerintahan. Kelompok Islamis pimpinan Khomeini misalnya, mendirikan
organisasi bernama Dewan Revolusi yang kemudian berubah nama menjadi Partai
Republik Islam (PRI).Parta ini dipimpin oleh Ayatullah Behesthi dan sebagian
besar anggota parlemen yang dibentuk oleh Khomeini berasal dari partai ini.[14]
Khomeini dan Pembentukan Negara Islam
Iran
Khomeini adalah ulama
yang sangat penting yang menjadi figure politik nomor satu saat itu setelah
peristiwa 1963. Hanya dialah yang kuat bertahan dari ‘siksaan’ yang dilakukan
rezim Pahlevi.Pada tahun 1962, Khomeini mulai melancarkan kecaman terhadap
rezim Pahlevi melalui kaset, alat perekam dan lainya dan berujung pada
pengasingan dirinya dari 1964 hingga 1978.[15]Tanggal 1 Februari 1979, Khomeini
tiba di Iran & langsung disambut oleh jutaan pendukungnya dan
memprokalmasikan Republik Islam[16].
Pasca revolusi, para pemuka agama Iran
bergerak cepat untuk menduduki institusional parlemen yang kosong dan segera
bertransformasi dari monarki ke islam terutama di dalam hokum, konstitusi,
parlemen, partai politik, system, dan komite revolusional. Sekolah dan
universitas-universitas di Iran, polisi, militer, mentri-mentri pemerintahan,
dan partai oposisi dibersihkan; orang yang tidak sepakat dibungkam.[17]
Khomeini
lalu mengangkat Mehdi Bazargan sebagai perdana menteri tandingan &
menyerukan para pendukungnya untuk memerangi orang-orang yang masih loyal
kepada rezim Bakhtiar karena rezim Bakhtiar dianggap tidak cukup Islami.Seruan
Khomeini tersebut lantas direspon para pendukungnya dengan menduduki
gedung-gedung pemerintahan, stasiun telekomunikasi, pangkalan militer, &
istana Pahlevi. Merasa tidak sanggup lagi mengendalikan situasi, petinggi
militer Iran menyatakan kalau pasukan bawahannya tidak akan merintangi upaya
para pendukung Khoemini untuk menggulingkan rezim Bakhtiar. Nasib Bakhtiar
sendiri pada akhirnya tidak berbeda jauh dengan Pahlevi - ia melarikan diri
keluar Iran.
Sukses
membubarkan rezim sekuler penerus Pahlevi, Khomeini & para pendukungnya
kini mulai merintis cita-cita utama mereka : mendirikan pemerintahan Islam di
Iran. Khomeini juga memerintahkan pelarangan miras & judi, pembuatan batas
pemisah antara pria & wanita di tempat umum, mewajibkan kaum wanita memakai
hijab, nasionalisasi perusahaan-perusahaan swasta, serta pemberangusan
institusi-institusi media yang mengkritik pandangannya.Tindakan Khomeini &
para pendukungnya tersebut lantas menuai rasa tidak suka dari kelompok-kelompok
anti-Shah yang berhaluan sekuler & Islam moderat. Namun, upaya mereka untuk
melawan terganjal oleh kurangnya jumlah simpatisan yang mereka miliki kalau
dibandingkan dengan massa pendukung Khomeini & minimnya kekompakan di
antara kelompok-kelompok penentang Khomeini itu sendiri.
Pada
tanggal 30-31 Maret 1979, referendum nasional digelar untuk menentukan bentuk pemerintahan
Iran yang baru.Khomeini dan pasukanya memenangkan referendum.[18]Antara
bulan Juni hingga Desember 1979, rapat demi rapat dilakukan untuk merumuskan
rancangan udang-undang (RUU) di mana isinya didasarkan pada hukum Islam menurut
pandangan Khomeini. RUU tersebut menuai protes dari kalangan Islamis moderat
pimpinan Ayatullah Shariatmadari karena mereka menganggap pengesahan RUU
tersebut akan membuat golongan ulama pendukung Khomeini menjadi terlampau
dominan dalam aktivitas kenegaraan. Namun pada akhirnya RUU tersebut berhasil
menjadi dasar negara Iran yang baru setelah pada tanggal 2 - 3 Desember 1979,
lebih dari 98 % rakyat Iran mendukung pengesahan RUU via referendum nasional.
Republik Islam Iran secara resmi telah lahir!
Bulan
November 1979 alias sebulan sebelum referendum nasional mengenai pengesahan RUU
dilakukan, sekelompok pemuda Islamis menyerbu gedung kedutaan besar (kedubes)
AS di Teheran & menyandera para penghuninya dengan alasan gedung kedutaan
tersebut digunakan oleh pemerintah AS untuk memata-matai Iran. Akibat peristiwa penyanderaan
tersebut, hubungan Iran dengan AS berubah menjadi permusuhan & perdana
menteri Bazargan yang selama ini berusaha untuk menjaga citra positif Iran di
dunia internasional memilih untuk mengundurkan diri. Namun berkat aktivitas
penyanderaan itu pula, dukungan kepada Khomeini meningkat pesat &
kelompok-kelompok penentang Khomeini tidak bisa lagi mengekspresikan
pandangannya secara terang-terangan karena akan menghadapi resiko dicap sebagai
antek asing. Para sandera sendiri akhirnya dibebaskan pada bulan Januari 1981,
namun hubungan antara Iran dengan AS masih tetap tegang hingga sekarang.[19]
Kondisi
Pasca Revolusi
Pasca
revolusi tersebut, rakyat Iran berjuang hidup dengan tenaganya masing masing
karena tidak stabilnya kondisi dalam negeri Iran & penolakan terhadap
kebijakan-kebijakan dari pemerintah Islamis Iran lantas membuat puluhan ribu
rakyat Iran mengungsi keluar negeri.[20]
Sebagian dari mereka lantas memanfaatkan lokasinya yang berada di luar negeri
untuk mengkritik pemerintah Islamis Iran secara terang-terangan tanpa perlu
khawatir akan keselamatan nyawanya. Mereka yang tetap berada di dalam negeri
lantas memilih untuk melawan.Salah satu kelompok yang paling getol menentang
republik Islam adalah Mojahedin-e-Khalq (MEK; Mujahidin Rakyat Iran) yang
berhaluan Islam & sayap kiri.Untuk menunjukkan penolakannya, kelompok
tersebut melakukan aksi-aksi pemboman & pemberontakan bersenjata yang
direspon pemerintah Iran dengan melakukan penahan massal kepada tokoh-tokoh
sayap kiri.
Ujian
terbesar dari luar negeri yang mengancam kelangsungan republik Islam Iran
adalah invasi Irak pada bulan September 1980 yang mengawali pecahnya perang Irak-Iran.Awalnya Iran memang kewalahan
meladeni serangan cepat Irak yang notabene merupakan salah satu negara Timur
Tengah dengan kekuatan militer termutakhir saat itu.Namun setelah membebaskan
sejumlah tokoh militer penting & memobilisasi ratusan ribu rakyatnya untuk
menjadi anggota milisi Basij, Iran berhasil melawan balik & bahkan sukses
mengusir keluar pasukan Irak pada tahun 1982.Perang sebenarnya sudah bisa
berhenti pada titik ini, namun Khomeini justru memilih untuk melanjutkan perang
& menginvasi wilayah Irak sehingga perang Irak-Iran terus berlangsung
hingga tahun 1988.
Opini dunia internasional terhadap
revolusi Islam di Iran sendiri bervariasi. Sebagian merasa kagum dengan
revolusi tersebut & bahkan memprediksi lebih jauh kalau Islam akan menjadi
ideologi baru yang berperan penting dalam perkembangan politik internasional.
Di sejumlah negara berpenduduk mayoritas Islam, revolusi tersebut menginspirasi
sebagian rakyat di masing-masing negara untuk mengusahakan berdirinya
pemerintahan atau organisasi politik yang mengacu kepada hukum Islam.Namun,
revolusi Islam juga tidak lepas dari opini negatif.Ada yang menganggap bahwa revolusi
Islam di Iran hanyalah peristiwa pergantian diktator dari yang awalnya
berbentuk monarki menjadi republik agamis. Bagi AS, revolusi tersebut mengubah
total hubungan bilateral antara kedua negara dari yang awalnya bersahabat
menjadi bermusuhan.
Bulan Juni 1989, Khomeini meninggal
& posisinya sebagai pemimpin spiritual tertinggi Iran digantikan oleh Ali
Khamanei. Di tahun yang sama, Ali Akbar Hashemi Rafsanjani terpilih menjadi
presiden baru Iran. Untuk memulihkan kembali kondisi Iran yang kacau balau akibat
konflik internal & perang dengan Irak, Rafsanjani melakukan banyak
kebijakan pragmatis.Ia melakukan liberalisasi ekonomi & memperbaiki
hubungan Iran dengan negara-negara Barat untuk mendapatkan suntikan dana.
Hasilnya, perekonomian Iran secara perlahan-lahan mulai bangkit walaupun
ketergantungan terhadap sektor minyak masih sangat tinggi.
Abrahamian,
Ervand.1983,“Iran Between Two Revolutions”New
Jersey:Princeton University press
Nikki R. Keddie. 1981, “
Roots of Revolution: an interpretive
history of modern Iran” United States of America: The Vail-Ballou Press
Noor
Arif Maulana. 2003, ‘Revolusi Islam Iran dan Realisasi Vilayat-I Faqih’
Yogyakarta: Juxtapose
Esposito,
John L. 1990, “ The Iranian Revolution”
Miami: Florida University Press
Avery,
Peter, et al., 1991.“The Cambridge History Of Iran: Volume 7”
United States Of America: Cambridge
University Press.
[1]Noor Arif Maulana, Revolusi Islam Iran dan
Realisasi Vilayat-I Faqih (Yogyakarta: Juxtapose, 2003), hlm. 45
[2]Abrahamian,
Ervand. “Iran Between Two Revolutions” (New Jersey:Princeton university press,
1983) hal 149
[3]
Nikki R. Keddie “ Roots of Revolution: an interpretive history of modern Iran”
(United States of America: The Vail-Ballou Press, 1981) hal 203
[5]
The Cambridge History Of Iran Volume 7, From Nadir Shah To The Islamic Republic
( United States Of America : Cambridge University Press 1991) hal 288.
[6]
Nikki R. Keddie “ Roots of Revolution: an interpretive history of modern Iran”
(United States of America: The Vail-Ballou Press, 1981) hal 234.
[7]Ibid
.,hal 235.
[8]Ibid
.hal 236.
[9]
The Cambridge History Of Iran Volume 7, From Nadir Shah To The Islamic Republic
( United States Of America : Cambridge University Press 1991) hal 290.
[10]Ibid,
hal 293.
[11]
Nikki R. Keddie “ Roots of Revolution: an interpretive history of modern Iran”
(United States of America: The Vail-Ballou Press, 1981) hal 254.
[12]Abrahamian,
Ervand. “Iran Between Two Revolutions” (New Jersey:Princeton university press,
1983) hal 525
[14]
Nikki R. Keddie “ Roots of Revolution: an interpretive history of modern Iran”
(United States of America: The Vail-Ballou Press, 1981) hal 259.
[15]Ibid,
hal 207.
[16]
The Cambridge History Of Iran Volume 7, From Nadir Shah To The Islamic Republic
( United States Of America : Cambridge University Press 1991) hal 293.
[17]
Esposito, John L “The Iranian Revolution: Its Global Impact”( Miami:
Florida International University Press
1990) hal 3.
[18]
Nikki R. Keddie “ Roots of Revolution: an interpretive history of modern Iran”
(United States of America: The Vail-Ballou Press, 1981) hal 258.
[20]
Nikki R. Keddie “ Roots of Revolution: an interpretive history of modern Iran”
(United States of America: The Vail-Ballou Press, 1981) hal 269.
top bgt
BalasHapus