Silvia Yulianti - Kebahagiaan Di Balik Kesederhanaan

Epilog...

Sebuah Keresahan.
Mengapa saya mengatakan begitu? Ya, memang itu yang saya rasakan setelah apa yang telah saya lewati selama KKN. Kegelisahan, kenegatifan, ketakutan, dan segala sesuatu yang saya dengar dari rumor yang beredar sebelum KKN berlangsung, tepatnya setelah diumumkannya pembagian kelompok serta lokasi KKN yang sama sekali tidak saya rasakan selama saya berada di sana. Tentu saja ini bukan hal yang baru melainkan sudah menjadi kebiasaan ketika akan dilaksanakannya KKN banyak rumor yang beredar. Contohnya seperti curanmor, pembegalan, perampokan, bahkan sampai ilmu hitam yang mengancam telah menjadi bahan pembicaraan di kelas sebelum kegiatan perkuliahan berlangsung. Saya pun ikut terbawa suasana, saya berfikir bahwa KKN itu menyedihkan, merepotkan, dan menakutkan, dengan mendengar kabar yang tidak jelas asalnya. Namun ada pula kecemasan saya sebelum KKN yaitu lebih kepada bagaimana saya tinggal dengan teman-teman saya yang belum begitu saya kenal sebelumnya, bagaimana saya bisa jauh dari orang tua saya, bagaimana apabila saya sakit, dan bagaimana apabila ternyata saya tidak bisa bersosialisasi dengan baik.
Kendala terbesar yang saya bayangkan adalah apakah saya bisa hidup mandiri di sana? Karena sebelumnya saya tidak pernah berpisah dengan orang tua dalam waktu yang cukup lama seperti satu bulan ini. Mungkin bagi mahasiswa yang merantau ke Jakarta, KKN bukanlah suatu hal yang asing di mana mereka memang sudah terbiasa hidup mandiri tanpa orang tua yang mendampinginya. Makan membuat sendiri atau mencari sendiri, mencuci baju dengan tangan bukan dengan mesin cuci, mengatur pengeluaran biaya hidup sebulan, membeli segala kebutuhan sendiri, dan menjaga kesehatannya sendiri. Namun bagi saya KKN ini adalah hal yang baru dimana saya harus tetap harus semangat ketika orang tua saya tidak berada di dekat saya, tidak dapat mengingatkan saya untuk makan, tidur, menjaga kesehatan, dan sholat. Saya adalah sosok anak perempuan yang manja ketika sakit. Ini juga  merupakan kegelisahan yang saya rasakan sebelum mengikuti KKN, seperti apa saya di sana ketika saya jatuh sakit. Apakah ada yang bisa memperhatikan saya ketika saya sakit, dan apakah saya akan merepotkan teman-teman ketika saya sakit. Pertanyaan dan keresahan yang ada di hati saya terjawab satu persatu seiring berjalannya waktu di lokasi KKN.
Saya adalah alah satu dari sebelas mahasiswa yang berada dalam satu kelompok KKN yang bernama MAGER 066. Kami diberikan amanah oleh PPM untuk melakukan pengabdian kepada masyarakat khususnya di Desa Kalongsawah yang termasuk ke dalam Kecamatan Jasinga. Setelah melakukan survei kami mengetahui bahwa ternyata Desa Kalongsawah terdiri dari tiga dusun. Karena di Desa Kalongsawah terdapat tiga kelompok KKN yakni kelompok 065, 066, dan 067. Maka kami membagi wilayah konsentrasi KKN untuk masing-masing kelompok. Singkat cerita akhirnya anggota KKN MAGER 066 mendapatkan wilayah dusun I yang terdiri dari kampung Peuteuy dan Kampung Toge Lebak. Setelah melakukan beberapa kali survei, akhirnya saya bersama teman-teman mendapatkan rumah kontrakan untuk kami tinggali selama satu bulan. Rumah kontrakan tersebut berlokasi di Kampung Peuteuy tepatnya di belakang rumah sekertaris desa.
Kendala yang pertama kali saya dan teman-teman alami adalah masalah air. Pada tanggal 25 Juli 2016 kami sampai di kontrakan yang telah kami sewa. Seusai membersihkan rumah, dan merapikan barang-barang. Saya beserta teman-teman berniat untuk mandi pada sore hari. Namun ketika giliran saya untuk mandi tiba-tiba ketika saya sedang asyik-asyiknya membilas rambut saya air kran mati, tak lama kemudian hidup kembali, dan kemudian mati sampai dengan besok pagi. Hal tersebut membuat saya salah paham, saya mengira bahwa teman-teman saya yang melakukan hal jail tersebut namun ternyata memang mati dengan sendirinya. Karena kami sudah membayar uang kontrakan kami pun merasa perlu melaporkan gangguan ini kepada pemilik kontrakan.
Dan ternyata karena kami tinggal 11 orang bersama dalam satu rumah, pemilik kontrakan mengambil kebijakan untuk membatasi penggunaan mesin air. Akhirnya pemilik kontrakan hanya memberikan solusi berupa kaleng cat yang diberi tali tambang untuk menimba air sumur yang ada di dalam kamar mandi. Saat itu saya bersama teman-teman tertawa terbahak-bahak sekaligus sedih karena kita tidak bisa menggunakan air dengan leluasa. Namun di sanalah letak kebersamaan kami, ketika saya dan ketiga teman perempuan saya yaitu Matus, Nisa, dan Amira membutuhkan air untuk mencuci beras, sayuran, atau pun piring dan alat dapur kami berempat meminta teman-teman laki-laki yang berada di dekat kamar mandi untuk menimbakan air. Banyak di antara para teman laki-laki yang ada di kelompok ini saya, Nisa, Matus dan Amira sangat memfavoritkan satu orang yang bernama Febrian, yang sering kami sebut “Bang Feb” karena dia selalu siap sedia bahkan tanpa diminta, untuk menimbakan air ketika kami para perempuan membutuhkan air.
Ada banyak kejadian yang berkesan salah satunya adalah ketika kaleng cat yang digunakan untuk menimba air terlepas dari tali yang mengikatnya dan jatuh ke dalam sumur. Semua anak laki-laki di kontrakan beradu ide untuk mengeluarkan kaleng cat tersebut. Banyak cara yang ditempuh untuk mengambilnya, namun tak lama kemudian tiba-tiba Villarian menjatuhkannya lagi. Karena merasa bersalah Villarian tidak ingin dibantu dan memilih untuk memikirkan cara mengambilnya sendiri. Tapi ternyata usaha Villarian ini berhasil. Ketika saya atau teman perempuan saya sedang sibuk memasak, dan beberapa dari anak laki-laki yang sedang tidak ada kesibukan, maka mereka membantu saya, ada yang mencuci beras, ada yang memotong sayuran, dan ada yang menggoreng kerupuk.

Sifat yang Kalian Tunjukkan.
Dari Villarian ini saya belajar untuk menjadi orang yang bijaksana, rendah hati, dan apa adanya. Sebagai ketua ia mampu mendamaikan apabila ada keributan atau pun menengahi permasalahan yang terjadi di antara kami. Dari Chaerunnisa atau Nisa saya belajar untuk menjadi sosok perempuan yang bertutur halus. Karena gaya bicara saya adalah dengan nada tinggi, padahal saya tidak sedang marah namun gaya bicara saya terkadang membuat orang yang baru mengenal saya merasa tersinggung. Gaya bicara Nisa yang halus itu membuat saya untuk membiasakan diri berbicara dengan nada rendah untuk menyeimbangkannya. Selanjutnya Halimatus, saya belajar bersabar dari dia. Karena dia adalah satu-satunya dari kami yang bisa sabar menahan amarah. Teman perempuan terakhir saya yaitu Amira, awalnya saya tidak menyangka bahwa dia orang yang benar-benar jauh berbeda dari yang saya kira pada saat awal perjumpaan kami di Audit. Ternyata dibalik wajahnya yang sombong dan jutek itu ada kebaikan di dalamnya. Setelah  saya mengenalnya ternyata dia adalah orang yang baik, konyol, lucu, tidak sombong, dan apa adanya.
Selanjutnya adalah pelawak termanis penghidup suasana yang saya miliki di kelompok ini yaitu Fariz dan Bang Feb. Mereka adalah orang yang tidak pernah marah sedikitpun, meskipun keadaan sedang memanas mereka sangat kompak melemparkan lelucon satu sama lain, sampai akhirnya keadaan yang tegang kembali mencair. Saya belajar dari mereka bahwa tidak semua masalah dalam hidup kita harus diambil pusing, kita perlu kepala yang dingin dan penuh keceriaan untuk menghadapinya dengan baik, dan belajar untuk menjadi orang tidak mudah tersinggung.
Kemudian Dika dan Amry, saya belajar untuk lebih taat beribadah dan saya merasa lebih termotivasi untuk membaca mushaf al-Qur’an sesering mungkin. Amry selalu tadarus sehabis solat wajib, Dika selalu menyalakan murattal dari HP nya. Selanjutnya ada Baihaqi, dia teman yang paling asyik untuk bertukar pikiran ataupun tempat bertanya mengenai hal-hal yang berbau keagaman. Hal itu membuat saya dan teman-teman sering diberikan pengetahuan tentang keagamaan yang mungkin tidak kami ketahui sebelumnya. Yang terakhir adalah Husnil, dia adalah satu-satunya playboy yang kelompok ini miliki, kami semua mengetahui setiap malam ia menelpon ketiga pacarnya secara bergantian. Seringkali saya dan Amira mengganggunya dengan memanggil Husnil Sayang dengan suara manja ketika ia sedang menelpon pacar-pacarnya. Namun di balik sifat plyaboynya itu ada sifat baik yang ia miliki, yaitu mudah bergaul. Ketika salah satu dari kami semua ingin pergi dan butuh teman, maka Husnil adalah orang yang sangat baik untuk saya rekomendasyikan.


Kepekaan Masyarakat.
Saya sangat ingat ketika hari pertama saya dan Nisa mencari tukang sayur untuk bahan sarapan dan makan siang. Saya dan Nisa kebingungan karena matahari belum terbit, namun tiba-tiba ada seorang ibu yang rumahnya berjarak 10 meter dari kontrakan kami atau sekarang sering kami panggil Umi melihat kita kebingungan dan memberi tahu di mana tukang sayur. Padahal kita belum sempat bertanya namun Umi tau apa yang kita cari dan langsung memberi tahunya. Ketika sampai di tukang sayur tersebut ternyata tukang sayur tersebut tutup. Kami pun kebingungan lagi, kemudian kami bertanya kepada seorang nenek yang lewat dengan membawa sayur, apa yang terjadi? Walaupun nenek itu sudah membeli sayur ia bersedia kembali ke tukang sayur itu lagi hanya untuk mengantarkan kami. Saya dan Nisa merasa begitu tersanjung, kemudian sesampainya di sana semua ibu-ibu yang sedang membeli sayur menanyakan siapa kami, dan di mana kami tinggal, dan mereka juga memberi tahu di mana saja tukang sayur di Kampung Peuteuy. Mereka juga mengatakan apabila semua tukang sayur di Kampung Peuteuy tutup maka kita bisa membeli sayur di Pasar Jasinga yang jaraknya cukup jauh.
Karena kontrakan kami mesin airnya tidak menyala sehingga membuat saya bersama ketiga teman perempuan saya menumpang mandi di masjid  yang kebetulan dekat dengan tempat kami tinggal. Karena setiap kali saya, Nisa, Amira, dan Matus ingin ke masjid kami selalu melewati sederetan rumah warga. Mungkin karena memperhatikan plastik berisi alat mandi yang kami bawa setiap ke masjid mereka menawarkan untuk mandi di rumah mereka “Neng kalo yang perempuan-perempuannya mau mandi di rumah saya aja, banyak air kok, bersih, ibu pake mesin”. Saya sangat senang ketika mendengar Umi dan Ibu Eni menawarkan hal itu, kami pun memutuskan untuk menumpang mandi dan mencuci selama sebulan. Dan ternyata mereka mengizikan, kemudian kami berpatungan untuk membayar listrik air dan membelikan sembako kepada Umi dan Ibu Eni. Setelah Ibu Eni mengetahui penyebab kami tidak bisa mandi di kontrakan kami ia berinisiatif untuk menegur pemilik kontrakan. Kemudian akhirnya pemilik kontrakan kami menyalakan mesin air dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Padahal sebelumnya sehari mesin air hanya menyala sekali dan itu pun hanya memenuhi satu ember saja.
Ada hal berkesan lainnya yang benar benar saya rasakan sendiri, setelah mendengar saya sakit, dari Amira Nisa dan Matus ternyata semua ibu-ibu yang sering mengajak saya Amira, Nisa, dan Matus makan siang bersama atau bahasa Sundanya babancakan atau mayoran berkumpul di rumah Umi sibuk mencari cara untuk mengobati saya dan membicarakan penyakit apa sebenarnya yang saya alami. Umi mencari Ibu Nunu untuk memijat badan saya, dan Teh Nina mencari minyaknya. Saya yang sedang tidur di kontrakan kaget ketika mendengar dari Matus dan Nisa apa yang telah ibu-ibu siapkan untuk saya. Kemudian saya segera bergegas ke rumah Umi, saya kaget karena sudah berkumpul ibu-ibu yang menanyakan kabar saya dan memberikan perhatiannya kepada saya.
Saya sangat senang sekali, meskipun waktu itu saya sedang sakit perut, mual, dan pusing. Ternyata walaupun saya sedang tidak berada di rumah saya mendapatkan perhatian yang lebih, bukan hanya dari seorang ibu saja seperti ketika saya berada di rumah tapi beberapa ibu-ibu sekaligus. Walaupun mereka bukan ibu kandung saya, namun saya mendapatkan kasih sayang seorang ibu dari ibu-ibu di sana. Sampai saat ini saya masih bersyukur karena di tempakan di Desa Kalongsawah, karena masyarakatnya yang sangat peduli dengan orang baru di lingkungan mereka, seperti kelompok KKN ini.
Untuk anak-anak Kampung Peuteuy mereka sangat mudah akrab dengan kami. Terutama dengan saya, karena mereka sering datang ke kontrakan untuk belajar dan mengerjakan PR pelajaran Matematika dan bahasa Inggris dengan saya. Semangat belajar mereka begitu tinggi, mereka selalu aktif bertanya apabila ada materi yang belum dipahami. Saya masih ingat beberapa nama mereka yaitu Dinar, Siti Awliya, Siti, Rades, Tika, Anjas, dan Yofi. Saya ingat benar setiap pukul 7 malam mereka memanggil nama saya dari depan pintu kontrakan, supaya saya turun dari kamar saya di lantai 2.
Hal terakhir yang membuat saya sangat terharu, menangis bahagia. Sampai saya akhirnya sehat kembali setelah sakit adalah kedatangan murid-murid saya dari SDN Kalongsawah 07 yang berada di Kampung Toge Lebak. Setelah mengetahui saya tidak bisa hadir untuk mengajar mereka bertanya kepada teman-teman saya “Kak Silvia mana kak? Kok ga dateng?” kemudian setelah mereka mengetahui Kak Silvia nya sakit, tak lama setelah sepulang sekolah sekitar pukul 15.00 mereka berkumpul kemudian bersama-sama menyebrangi sungai besar melalui jembatan dengan kayu yang lapuk dan bolong-bolong penghubung Kampung Toge Lebak dan Kampung Peuteuy untuk menjenguk saya yang sedang sakit di kontrakan. Ada sekitar 15-20 anak perempuan dan laki-laki yang datang ke kontrakan untuk menjenguk saya. Saya sangat terharu dan cukup meneteskan air  mata melihat mereka yang begitu perhatian kepada saya. Apalagi dengan jumlah mereka yang tidak sedikit yang terdiri dari kelas 1-6. Bahkan beberapa dari mereka belum pernah saya masuki kelasnya, tapi mereka tetap datang untuk memberikan dukungan kepada saya. Ada hal yang benar-benar membuat saya langsung meneteskan air mata adalah ketika mereka berkata “Kak ini untuk kakak, kita patungan seribu-seribu” mereka mengumpulkan uang mereka untuk membelikan saya susu kental manis, biskuit, wafer, dan roti. Sampai sebegitu perhatiannya mereka kepada saya, teman-teman saya pun terharu melihatnya. Mereka membuat saya merasa berarti, karena perhatian yang mereka berikan dengan tulus dan ikhlas.

Teruntuk Desa Kalongsawah.
Saya memang tidak memiliki materi yang cukup untuk Desa Kalongsawah, saya hanya dapat memberikan tenaga dan ilmu yang saya miliki untuk desa ini. Materi sebanyak apapun akan habis bila dipakai tapi ilmu tidak akan habis sampai kita menutup mata, walaupun kita telah membagikannya kepada semua orang. Ilmu yang saya miliki saya berikan kepada para siswa di SDN Kalongsawah 07 pada saat KBM berlangsung selama satu minggu di sana dan les privat bahasa Inggris dan Matematika di kontrakan saya.
Untuk tenaga yang saya miliki saya berikan kepada Desa Kalongsawah melalui kegiatan dalam program kerja kelompok saya, KKN MAGER 066. Antara lainya adalah kegiatan kerja bakti di Kampung Toge Lebak untuk membersihkan sampah yang berada di jalan kampung, selokan, dan makam. Selanjutnya adalah pembuatan gapura untuk Kampung Toge Lebak karena letak Kampung Toge Lebak yang terpisah sendiri dengan kampung lainnya di Desa Kalongsawah maka tercetuslah pembuatan gapura ini untuk memberi tanda keberadaan Kampung Toge Lebak dari sisi jalan raya. Proker lainnya adalah pembuatan papan informasi untuk Kampung Peuteuy karena mereka tidak memiliki wadah untuk menaruh informasi terkait kegiatan kampung yang sedang maupun akan berlangsung. Kemudian ada seminar narkoba yang dihadiri oleh dua narasumber langsung dari BNN Kabupaten Bogor, yang membahas pengenalan jenis-jenis narkoba beserta cara penyebarannya saat ini. Selanjutnya adalah sosialisasi cara menanam menggunakan teknik vertikultur, dipilih teknik ini karena seperti yang kami ketahui bahwa Kampung Toge Lebak adalah daerah padat penduduk sehingga mereka dapat memanfaatkan lahan sempit yang mereka punya untuk bercocok tanam, terutama penanaman tanaman obat, dan sayuran. Selanjutnya adalah penyerahan buku ajar dan sejumlah buku latihan untuk siswa SDN Kalongsawah 07  dan buku bacaan untuk PAUD Darussalam di Kampung Toge Lebak.
Yang paling berkesan saya dapatkan di Minggu kedua adalah Kegiatan Belajar Mengajar di SDN Kalongsawah 07 yang dimulai pada pukul 07.30-11.30. Ketika saya dan teman-teman memperkenalkan diri masing-masing para siswa sangat senang menyambut kedatangan kami. Mereka berkata bahwa belum pernah ada mahasiswa yang mengajar di sana sebelumnya. Oleh karena itu mereka sangat senang saat saya datang dan mengajar mereka. Begitu juga ibu bapak guru dan kepala sekolah di sana, saya sangat terkejut sekaligus senang karena mendapatkan sambutan yang sangat hangat. Di hari pertama kami mengajar, kami disuguhkan makanan dan minuman oleh para ibu bapak guru.
Namun di antara kesenangan tersebut, saya merasakan kesedihan. Karena kondisi sekolah yang cukup memprihatinkan. Para murid harus berbagi ruang kelas dengan adik kelas atau kakak kelasnya. Satu ruang kelas digunakan oleh dua kelas, kelas 1 bergabung dengan kelas 2 dan seterusnya. Hal tersebut dikarenakan kurangnya jumlah ruang kelas dan kurangnya tenaga pengajar. Dua kelas hanya diajarkan oleh satu guru saja, dan hal itu membuat pelajaran yang diserap oleh para siswa tidak banyak. Namun ternyata walaupun berada dalam keterbatasan mereka tidak putus semangat. Mereka sangat aktif dan antusias ketika saya mengajar di sana. Hal-hal seperti itu membuat saya senang dan nyaman mengajar di sana. Saya pun memahami bila terkadang mereka tidak fokus karena ada kelas lain di sebelah meja mereka. Untuk membuat mereka fokus saya membawa makanan kecil dan memberikan kepada murid yang bisa menjawab pertanyaan yang saya ajukan. Hal itu pun berhasil membuat mereka fokus kembali ke pelajaran yang sedang berlangsung.
Hari pertama saya mengajar di kelas salah satunya di kelas 2. Saya mengajar pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di sana. Ternyata ada beberapa dari mereka belum bisa membaca sehingga lamban dalam memahami materi yang saya berikan. Di hari selanjutnya saya mengajar pelajaran Matematika di kelas 2, lagi-lagi saya mendapatkan beberapa siswa tidak bisa berhitung dengan baik.
Di hari berikutnya saya mengajar di kelas salah satunya adalah di kelas 5. Di sana saya mengajarkan pelajaran IPA. Dibandingkan dengan kelas 1 dan 2 kelas 5 terlihat lebih kondusif. Saya senang mengajarkan mereka, di sana saya membuat kuis. Kuisnya adalah siapa yang  bisa menjelaskan semua materi yang telah saya ajarkan tadi mereka akan mendapatkan makanan kecil yang sudah saya sediakan sebelumnya.
Saya mendapatkan banyak pelajaran dari adik-adik SD ini antara lainnya adalah untuk selalu bersyukur dengan semua fasilitas lengkap yang saat ini dimiliki serta memanfaatkannya dengan semaksimal mungkin. Karena dengan keterbatasan fasilitas yang dimiliki SDN Kalongsawah 07 mereka semua masih semangat belajar, apalagi saya yang memiliki segala fasilitas dari orang tua saya sedari saya kecil. Saya juga mendapatkan pelajaran untuk tidak menyerah.
Pada akhirnya saya mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak dan teruntuk Desa Kalongsawah, karena dari sanalah saya mendapatkan banyak pelajaran berharga. Kebersamaan, itulah yang paling saya ingat dari kampung itu. untuk jajaran pemerintahan desa, saya ingin desa ini menjadi desa yang maju warganya dan bahagia rakyat, jangan pernah sesekali untuk melakukan yang namanya korupsi, karena sesungguhnya korupsi adalah penyakit yang mematikan. Mematikan semua kehidupan warga, mematikan kehidupan warga, karena warga desa membutuhkan semua yang pantas mereka terima.

-Sekian-

Komentar

Postingan Populer