Syaeful Amry - Sepenggal Kisah Di Kalongsawah
|
KKN Datang, Awal
Perjuangan Telah Tiba.
Tepat pada tanggal 25 Agustus 2016 kegiatan KKN di Desa Kalongsawah
telah selesai dilaksanakan oleh kelompok KKN 066. Ada banyak cerita dari semua
pengabdian saya di Desa Kalongsawah.
Sebelumnya perkenalkan nama saya Syaeful Amry, biasa dipanggil Amry. Berawal
dari liburan semester tujuh yang kurang lebih sekitar dua bulan lamanya,
berbeda dengan liburan yang saya hadapi di semester lainnya yang banyak
menghabiskan waktu di rumah saja, membantu orang tua di rumah. Namun liburan
semester kali ini, saya dihadapkan dengan suatu kegiatan yang dibuat oleh pihak
kampus, yakni kegiatan KKN. Awalnya saya bingung apa sih itu KKN? apakah
kepanjangan dari Kerja Kerja Nyantai,
guyonan saya pada saat itu. kebetulan tetangga saya tahun lalu pernah mengikuti
kegiatan KKN di kampusnya dan ia tinggal di suatu kampung yang tidak jauh dari
rumah saya. Mereka beranggotakan lebih dari 10 orang, mereka menetap di sana,
membuat program kerja untuk membangun desa. Waktu itu saya mencoba bertanya
kepada kakak kelas saya, KKN itu apa?
Dia jawab dengan singkat, “KKN itu suatu bentuk Pengabdian kepada Masyarakat”. Kemudian yang terlintas dibenak saya pada saat
itu ialah KKN merupakan tempat untuk saya dan semua para mahasiswa mengabdi kepada masyarakat
secara lebih dekat dan lebih jelas sehingga bagi saya setelah saya mengikuti
KKN ini, saya bisa lebih mandiri lagi, lebih menghargai waktu, lebih menghargai
semua orang, dan lebih cinta lagi dengan lingkungan desa.
Kendala yang besar pada saat itu ialah ketika
saya dihadapkan dengan situasi yang sulit, tepat seminggu sebelum KKN
dilaksanakan, saya jatuh sakit, yang mengharuskan saya untuk dirawat di rumah
sakit. Saat itu saya terkena Tifus dan hampir satu minggu saya dirawat. Awalnya
yang terlintas ialah saya tidak ingin mengikuti kegiatan KKN. Karena kondisi
saya yang masih belum sehat betul, belum lagi saya harus tinggal di daerah yang
belum saya tahu tempatnya. Namanya saja sudah aneh Desa Kalongsawah. Menurut penuturan
teman-teman saya, Desa Kalongsawah itu tempat yang berbahaya, rawan dengan
pencurian, pembegalan, dan sebagainya. Hal ini yang membuat saya merasakan
suatu beban tersendiri.
Namun apapun pembicaraan dari teman-teman
semua, saya tetap siap dan sudah tidak sabar lagi dengan kegiatan KKN ini.
Sudah banyak sekali yang saya persiapakan untuk kemajuan desa, program yang
sudah dibuat agar secepatnya bisa diwujudkan di desa tersebut.
Menjadi Keluarga Besar.
Berbeda dengan KKN tahun 2015, di mana dalam
menentukan anggota kelompok serta tempat pelaksanaan KKN itu ditentukan oleh
masing-maisng orang dari berbagai fakultas. Namun untuk KKN di tahun 2016 kali
ini semua formatnya telah diubah oleh pihak PPM selaku pelaksana kegiatan KKN.
Tempat dan anggota kelompok KKN semua ditentukan oleh pihak PPM. Bulan April tibalah
saatnya PPM mengumumkan semua kelompok anggota KKN. Akhirnya saya tergabung
dalam kelompok KKN 066 yang berjumlah 11 orang semuanya dari berbeda fakultas.
Awal pertemuan kami ialah di Auditorium Harun Nasution, di mana waktu itu ada
kegiatan pembekalan KKN, sebelum pelaksanaan KKN, dan penentuan kelompok KKN. Di
dalam kelompok KKN 066 ini sepertinya hanya saya orang yang pendiam dan
nantinya akan susah diajak untuk berkomunikasi. Namun semua itu terbantahkan
ketika kita mulai saling mengenalkan satu sama lain, di sana kehangatan sudah
mulai terjalin, tidak ada kecanggungan lagi dalam kelompok KKN 066 dan kami
juga langsung membentuk grup komunikasi di whatsapp
untuk menjalin komunikasi dalam persiapan KKN.
Setelah pertemuan di Auditorium Harun
Nasution UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, saya lebih sering berkomunikasi via
media sosial yakni whatsapp. Di grup
tersebut saya dan teman-teman yang lain langsung membentuk nama kelompok KKN
066, setelah berdiskusi, sampailah pada suatu nama yaitu MAGER (Mahasiswa
Bergerak). Setelah nama kelompok dibuat, barulah kita mempersiapkan semuanya
dan menunggu pengumuman lokasi mana yang menjadi tempat pengadian saya dan
teman-teman KKN MAGER 066 untuk melakukan kegiatan KKN selama satu bulan.
Ketika PPM mengumumkan lokasi tempat KKN,
kelompok KKN 066 mendapat tugas penempatan di Desa Kalongsawah Kecamatan
Jasinga Kabupaten Bogor. Nama daerah yang saya tidak pernah mengetahui di mana desa
itu berada, bagaimana susasana desa, dan apakah nanti saya akan betah untuk
melaksanakan KKN selama 1 bulan di sana. Saya sudah berpikiran tidak enak tentang Desa Kalongsawah
pada waktu itu. Setelah saya dan teman-teman kelompok KKN 066 telah mengetahui
tempat KKN di Kalongsawah. Saya dan yang lainnya yaitu kelompok KKN 066
mengadakan pertemuan untuk rapat bersama membahas kesiapan pra-KKN mulai dari
membahas pembentukan ketua, divisi kegiatan, membahas proposal, membahas sponsor,
membahas dana, membahas pembagian tugas, dan semua keperluan untuk kegiatan KKN.
Rapat selanjutnya kita membahas untuk persiapan survei lokasi ke Desa Kalongsawah
yang nantinya akan menjadi tempat kami mengabdi dan bekerja untuk desa. Selanjutnya
kami melaksanakan survei hingga tiga sampai empat kali.
Saya merasa senang tergabung di anggota KKN MAGER
066. Menemukan beragam macam karakter dari setaip individu, ada yang orangnya
suka bercanda alias humoris namun ilmu organisasi dia sangat baik sekali sebut
saja namanya Juple, alias Villarian.
Tidak kalah lucunya Fariz, sebut dia dengan nama gembul, laki-laki yang hobinya makan ini orangnya sangat baik, mudah
bergaul dengan siapa saja. Kemudian laki-laki yang terkenal dengan pacarnya yang
banyak alias Playboy yaitu Husnil.
Kemudian Bang Febrian yang selalu memancarkan kecerian di dalam kontrakan anggota
KKN MAGER 066, setiap hari kita dibuat tertawa oleh kelakukan Bang Febrian.
Juga Hardika atau biasa dipanggil Dika, seorang yang sangat rajin ibadahnya,
pintar dalam wawasan keagamaannya. Setiap pagi ia selalu mendengarkan MP3 murrotal.
Satu lagi anak laki-laki yaitu Baihaqi, dia pendatang yang berasal dari
Kalimantan Selatan. Hobinya suka masak, dan suka mandi di kali. Baihaqi
mempunyai watak yang agak keras, sehingga perlu kehati-hatian dalam
mengeluarkan pernyataan untuknya. Yang tak kalah penting ialah keempat perempuan
tangguh, manja, dan lucu-lucu yang hadir dalam anggota KKN MAGER 066, ada
Amira, Matus, Silvia, dan Nisa yang tidak pernah pulang kerumah selama masa KKN,
kecuali Amira dan Silvia.
Banyak pelajaran yang saya ambil dari mereka
semua, mulai dari kebersamaan, makan bersama, bercanda bersama, ketawa bersama,
susah dan senang bersama. Semuanya kita lakukan bersama-sama. Saya dan semuanya
tidak lagi mementingkan ego kita masing-masing. Yang utamanya adalah kita
selalu ada dalam keadaan apapun, karena kita adalah sebuah tim hebat yang
diciptakan oleh PPM untuk mengabdi kepada masyarakat Desa Kalongsawah, sebuah
tim kerja yang nantinya akan solid dalam mengabdi untuk desa. Kemudian nantinya
ke depan akan menjadi orang hebat yang peduli dengan masyarakat di desa. Untuk
itu saya mengucapkan terima kasih kepada teman-teman KKN MAGER 066, saya tidak
akan pernah melupakan masa di mana satu bulan kami tinggal bersama, biarkan
nama kita terukir di tembok-tembok kontarakan kita tinggal, dan biarkan kekompakkan
kita tinggal di Desa Kalongsawah. Nantinya semua itu tidak akan pernah hilang
dan tidak akan terlupakan sampai kapanpun. Karena cerita kita KKN MAGER 066
berawal dari Desa Kalongsawah.
Terima kasih buat sahabat-sahabatku tercinta,
Villarian Burhan alias Juple, Fariz alias
Gembul, Husnil, Bang Febrian,
Baihaqi, Hardika, Amira, Matus, Silvia, dan Nisa.
Mengenal Desa dengan Perbedaan
Wataknya.
Kampung Peuteuy dan Kampung Toge Lebak merupakan
tempat kerja KKN MAGER 066 selama masa KKN saya. Kedua kampung ini merupakan
tempat yang sangat indah, masyarakatnya juga ramah, dan baik hati kepada saya
dan teman-teman lainnya. Kampung Peuteuy dengan masyarakatnya yang sangat heterogen,
kampung yang menurut saya hamipr sama dengan perkotaan karena penduduknya yang
ramai, rumah-rumahnya yang bagus, fasilitas Kampung Peutuey juga sudah
berkembang, masjidnya juga terlihat besar dan indah. Warga di sana mayoritas
bekerja di Jakarta sebagai supir taksi.
Saya menemukan keanehan di kampung tersebut, kampung
yang menurut saya merupakan kampung terbesar di Desa Kalongsawah, namun para
warganya masih saja terlibat konflik, entah karena faktor masalah sosial,
masalah ekonomi, atau karena masalah yang lainnya. Ini menjadi aneh bagi saya
kenapa ada kampung yang menurut saya sudah mulai berkembang dengan fasilitas
infrastuktur yang baik namun masalah kesenjangan sosialnya sangat kuat sekali,
masih terjadi perkelahian antara warga, karena masalah sepele.
Suatu saat saya pernah berbincang dengan
salah seorang warga Kampung Peuteuy, kita banyak berbicara tentang masalah
sampah. Sebut saja namanya Pak Dedi. Beliau memberitahu saya agar diadakan
kegiatan untuk pentingnya menjaga kebersihan lingkungan terutama masalah sampah.
Kata beliau “Di sini itu
masyarakatnya masih saja membuang sampah di kali dengan seenaknya, jadi perlu
diadakan kegiatan sosialisasi masalah sampak dek”. Lalu saya menjawab pertanyaan dari Pak Dedi, “Sebelumnya maaf pak,
kegiatan penyuluhan kebersihan sudah kami lakukan di Kampung Toge Lebak,
mungkin untuk di Kampung Peuteuy ini kami hanya memberikan arahan saja agar
warga tidak membuang sampah di kali, dengan cara menyerbarkan papan
pemberitahuan di pinggir kali suapaya warga tidak membuang sampah lagi di kali.”
Lama kami berbincang kurang lebih satu jam.
Kemudian setelah saya selesai berbincang
dengan Pak Dedi, saya langsung kembali ke kontrakan, di saat perjalanan pulang
saya bertemu dengan Pak Amry, yang merupakan salah satu warga di sana juga, kebetulan
rumahnya dekat sekali dengan kontrakan yang kami tingali. Kemudian Pak Amry ini
memanggil saya, kebetulan nama saya juga Amry. “Amry sini bapak mau ngobrol sama kamu,” panggil Pak
Amry dari kejauhan. Lalu saya segera menghampiri beliau, “Ada apa ya pak?” saya
bertanya. “Begini Am, tadi kamu ngobrol
apa sama Pak Dedi,” lalu saya menjawab, “Saya banyak bicara tentang perilaku
masyarakat yang masih membuang sampah di kali pak.” Lalu Pak Amry menjawab, “Gini
Amry, Pak Dedi itu hanya kebanyak ngomoong
saja, dia melarang para warga agar tidak membuang sampah di kali, nah dia juga masih sering membuang
sampah di kali Amry,” saya kaget mendengar pernyataan tersebut. Yang ada
dibenak saya pada saat itu, kenapa warga di sini kok malah saling menjelekkan, bukannya saling bekerja sama dalam
kebaikan. Warga di sana hanya bisa menyalahkan orang lain saja, pikirannya
masih negatif dan mengedepankan gengsi serta egiosme mereka masing-masing.
Pikir saya “Desa ini sangat mengkhwatirkan.”
Kemudian juga warga di sana masih saja banyak
yang percaya hal-hal mistis, banyak yang mengatakan bahwasanya rumah yang kami
tinggal itu ada penunggunya. Kemudian juga banyak kejadian aneh di kali atau
sungai, yang katanya di kali itu ada penunggunya, yang sudah barang pasti
penunggu di sana mencari mangsanya untuk dijadikan tumbal. Saya menanggapi
berita itu semua dengan biasa saja, saya tidak percaya dengan omongan mereka, karena saya percaya
bahwa saya bersama Allah Subhanahu wa
Ta’ala, dan Allah lah yang maha penolong dari segala marabahaya.
Mayoritas di sana kebanyakan beragama Islam,
warganya sangat rajin dan taat dalam beribadah di masjid. Saya ditugaskan oleh
ketua saya agar bisa berbaur dengan tokoh agama, dan para jamaah di sana.
Sebelum di suruh saya sudah melakukan apa yang diperintahkan ketua. Pada masa
awal kedatangan saya di desa ini, langsung saya pertama kali mengumandangkan adzan
di masjid yang bernama Masjid Jami Nurul Hidayah. Saya sering mengumandangkan adzan
di sana, ada yang bilang suara saya bagus. Jadi ketika saya tidak mengumandangkan
adzan di masjid itu saya dicariin sama
para jamaah di sana, yang rindu akan indahnya suara adzan yang saya lantunkan.
Selanjutnya Kampung Toge Lebak, kampung
tersebut merupakan kampung yang menurut saya merupakan tempat yang belum padat
penduduknya, jalannya masih berupa tanah berbatu. Berbeda dengan di Kampung Peuteuy
yang hampir semua sudah mulai di pasang Paving
Block. Kemudian rumah-rumahnya juga masih sangat sederhana, yang sangat
jauh berbeda dengan rumah yang terdapat di Kampung Peuteuy. Warga di Kampung
Toge Lebak di sana sangatlah ramah, baik, dan menerima kedatangan saya dan
teman-teman anggota KKN MAGER 066. Saya merasa di antara kedua kampung tersebut
saya lebih nyaman dan tenteram tinggal di Kampung Toge Lebak. Karena di kampung
ini semua warganya saling toleransi beda halnya dengan Kampung Peuteuy.
Ada tokoh yang saya kagumi di sana, yaitu Pak
Ace, beliau berusia sekitar 65 tahun, beliau juga menjabat sebagai ketua RT
04/02 Kampung Toge Lebak, yang kebetulan Kampung Toge Lebak itu masih satu RT
dengan Kampung Peuteuy hanya saja berbeda wilayah. Kalau kita ingin berkunjung
ke Kampung Toge Lebak, kita harus melewati jembatan yang kurang lebih
panjangnya hampir 7 meter dari Kampung Peuteuy. Keadaan jembatan yang sudah
rapuh agak menghambat jalannya semua warga yang lalu-lalang di jembatan tersebut. Kemabali saya akan mencertikan
Pak Ace, beliau orangnya sangat baik kepada saya dan teman-teman, sangat rendah
hati sekali, dan selalu bersikap apa adanya. Kami semua sering diundang ke
rumahnya untuk ngobrol masalah desa
dan masih banyak lagi yang kita obrolkan
dan terakhir kami disambut dengan baik di kampung ini.
Warga di Kampung Toge Lebak juga sangat baik,
masyarakatnya selalu akur kepada tetanggnya, saling menghormati, dan saling
membantu. Terlihat sekali dari aktifitas mereka pada setiap pagi sampai sore
hari, yang bekerja sangat keras untuk menafkahi keluarganya, ada yang menjadi
buruh tani, supir taksi, dan masih banyak lagi.
Kemudian jelas sekali perebedaan dari
kebanyakan anak-anak di sana, tak terlihat kegiatan aktifitas anak-anak pada
sore hari, bila adapun anak-anak di Kampung Peuteuy jika melihat kami semua
kelompok KKN, mereka melihatnya biasa saja. Lain hal dengan anak-anak di Kampung
Toge Lebak, mereka semua sangat senang ketika kami berkunjung ke kampungnya,
antusias yang berbeda yang saya temukan dari anak-anak di kedua kampung ini.
Namun pada akhrinya dua kampung inilah yang
menjadi tempat untuk saya bekerja, tempat bagi saya menemukan suatu pengalaman yang
baru, dan tempat saya menemukan suatu realitas hidup warga desa. Saya banyak
belajar dari semua masyarakat yang tinggal di kampung ini, saya juga banyak
menemukan suatu yang baru, dan menemukan bagaimana kerasnya watak-watak manusia
di sana. Pastinya saya semakin mengenal banyak orang di sana, dan menjalin silaturahim
dengan baik bersama para warga di sana.
Terima kasih kepada semua warga di sana, saya
tidak bisa banyak berbuat di sana, hanya saja saya sudah berusaha sekuat saya
dibantu teman-teman KKN, untuk membangun perubahan di sana, mebuat desa menjadi
lebih baik lagi.
Bentuk Nyata pada Desa.
Kalau membicarakan tentang bagaimana jikalau
saya menjadi salah satu bagian di desa atau saya menetap di desa. Pastinya saya
akan siap membantu para warga di sana untuk merubah desa ke arah yang lebih
baik. Dengan cara yang pertama mengajak semua warga di sana untuk merubah pola
pikir mereka agar tidak membuang sampah di kali lagi, memberikan penyuluhan
kebersihan kepada para warga, selalu berkordinasi dengan pihak Dinas Kebersihan
agar bisa menyediakan tempat sampah untuk desa, serta tempat pembuangan akhir,
serta mengkondisikan supaya mobil truck atau mobil akhir pembuangan sampah bisa
terus lewat setiap minggunya. Agar tidak terjadi penumpukkan sampah di desa.
Untuk warga Kampung Toge Lebak cara yang
kedua mengatasi ialah dengan membuat lubang biopori dan membuat bank sampah,
karena nantinya bank sampah juga bisa menghasilkan pundi-pundi uang, jikalau
pengelolaan yang baik dan benar dari para warga. Mudah-mudahan dengan
diadakannya kegiatan ini nantinya akan mengurangi para warga supaya tidak
membuang sampah lagi di kali, karena semua sampah dipilih-pilih mana yang bisa
dijual dan mana sampah yang bisa masuk lubang biopori untuk dimusnahkan.
Kemudian yang kedua, saya ingin sekali
mengurangi bentuk kesenjangan sosial di sana, yang saya lihat ini terjadi di Kampung
Peuteuy. Langkah saya yakni mengajak semua para tokoh masyarakat agar diadakan
pertemuan besar guna membahas masalah rukun warga yang di dalamnya bisa
menyelesaikan berbagai konflik baik sesama warga, dan harus bisa akur agar
tidak terjadi lagi keributan. Misalkan ada keributan harus ada penyelesaiannya
dengan baik, agar tidak dipendam segala bentuk masalahnya.
Selanjutnya saya akan berkordinasi dengan
perangkat desa agar bisa memperhatikan setiap warganya jika ada pembangunan
infrastruktur supaya secara transparan harus dijelaskan. Tidak ada korupsi lagi
yang dibuat oleh pihak aparatur desa kepada para warganya. Karena warga juga
butuh bentuk transparansi dari pejabat yang berwenang agar setiap segala bentuk
pembangunan yang dibuat tidak menjadi perdebatan nantinya.
Saya juga akan mengoptimalkan Remaja Masjid
di sana, yang menurut saya kepengurusan remaja di sana masih belum baik dari
segi pelaksanaan serta pemantapan organisasinya. Saya akan membuat AD-ART yang baru,
untuk organisasi Remaja Masjid di sana, yang nanti bisa menentukan suatu program
kerja yang baik untuk dan ke depannya agar jauh lebih baik lagi.
Kemudian saya akan bekerja sama dengan dinas
terkait di sana untuk memberikan program sekolah gratis bagi yang tidak mampu,
kemudian memberikan kesahatan gratis.
Menanamkan minat baca kepada para anak-anak, para pemuda, serta seluruh warga di
sana. Dengan cara membuat perpustakaan mini di setiap kampung, yang nanti
pengelolaanya juga dibantu oleh para warga di sana.
Saya ingin desa ini khususnya Kampung Peuteuy dan Kampung Toge
Lebak menjadi lebih baik. Hidup dalam keluarga yang harmonis, desa yang maju
dari segala infrastruktrunya, semua warganya cerdas, semua warganya menerima
segala bentuk keadilan, dan tidak ada KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) dari
para pejabat desa yang bekerja di sana. Semua proses di atas merupakan bentuk yang
nantinya akan diniatkan dan direalisasikan untuk kemajuan desa. Saya tidak
bergerak sendiri namun saya dibantu oleh semua warga yang menginginkan
perubahan untuk desa, menuju desa yang lebih baik lagi. -Sekian-
Komentar
Posting Komentar