Tarekat di Maghrib
A.
Latar Belakang Masalah
Magrib
merupakan nama lain dari Maroko. Maroko merupakan mayoritas dengan penduduk
muslim dan sampai sekarang masih menerapkan sistem kerajaan. Negara ini
mayoritas menganut madzhab Imam Maliki karena madzhab ini sebagai madzhab resmi
kerajaan maroko. Islam masuk ke maroko pertama kali pada tahun 680M oleh invasi Arab dibawah Uqba bin Nafi, seorang jenderal
yang melayani Damaskus di bawah Bani Umayyah.[1]Tetapi
sumber lain menyebutkan bahwa agama Islam kali pertama dibawa ke Maroko oleh
orang Arab yang menyerbu wilayah itu pada tahun 683. Tariq bin Ziyad yang
diangkat Musa bin Nusair untuk memerintah Maroko setelah ditaklukkan, kemudian
menyebrangi selat antara Maroko dan Eropa, dan mendarat di suatu tempat
(gunung) yang kemudian dikenal sebagai Jabal Tarig (Gibraltar). Maroko menjadi
wilayah penyangga untuk penaklukan Spanyol. Sehingga maroko dikenal sebagai
pintu menuju Eropa. Setelah Islam masuk mulai bermunculan dinasti-dinasti Islamyang
membawa ajaran mereka masing-masing ke dalam masyarakat. Sehingga mulai banyak
bermunculan aliran keagamaan yang baru di Maroko dari zaman dahulu sampai
sekarang.
B.
Islam Di Maroko
Maroko
atau Maghrib (al-Mamlakah al-Magribiyah), adalah Kerajan Islam di kawasan
Afrika Utara; Ibu kotanya Rabat dengan luas wilayah kurang lebih 458.730 km2,
penduduknya 34.721.000 (2006).Dibagian timur berbatasan berbatasan dengan
Aljazair dan tenggara dengan Sahara Barat, sebelah barat berbatasan Samudra
Atlantik, dan Gibraltar di utara. Bahasa Arab merupakan bahasa resmi dan
diperkaya dengan beberapa bahasa seperti bahasa Berber, Perancis dan Spanyol.
Mayoritas penduknya menganut agama Islam (98.7%), Kristen (1.1%) dan minoritas
Yahudi. Dalam pergaulan Internasional Maroko menjadi anggota Liga Arab dan
Organisasi Persatuan Afrika (OAU).[2]
Ekspansi Islam ke Maroko
dimulai ketika negeri itu ditaklukkkan oleh Musa bin Nusair pada al Walid I bin
Abdul Malik (705-715), khalifah keenam Dinasti Umayyah.Segala persiapan
ekspansi Islam ke daratan Eropa dilakukan melalui negeri ini. Setelah dinasti
Umayyah jatuh ke tangan Dinasti Abbasiyah, Maroko menjadi kekuasaan Bani Abbas.
Kemudian di negeri ini muncul dinasti-dinasti kecil. Pada
tahun 172 H/789M, Idris I bin Abdullah, salah seorang keturunan Ali RA dapat
membentuk pemerintahan Idrisid, yang kemudian bertahan hingga tahun 364 H/974
M. dinasti Syiah yang pertama. Dinasti ini berkuasa sampai 1171 M. selama
kekuasaannya, terdapat 14 orang imam yang memimpin Negara ini.
Pada abad ke-8 berdirilah beberapa pemerintahan Islam
(Syi'ah) di Maroko yang memisahkan diri dari Kekhalifahan Abbasiyah seperti
Bani Midrar (757) dan Bani Idrisiyah (788). Antara tahun 909-1171, Maroko
dikuasai pemerintahan Fatimiyah (Syi'ah) yang berpusat di Mesir. Melemahnya
kekuasaan Fatimiyah di Maroko membuat pamor Murabithun naik pada abad ke-11.
Setelah wafatnya Yusuf bin Tasyfin, Murabithun mengalami kemunduran dan
akhirnya dikuasai al-Muwahhidun pada tahun 1147. Antara tahun 1470-1553, Maroko dikuasai Bani Watthas
yang berpusat di Fez sampai akhirnya dikuasai al-Asyraf al-Sa'diyah pada awal
abad ke-16. Al-Asyraf merupakan sebutan bagi keturunan Nabi SAW. melalui Hasan
bin Ali dan merupakan salah satu kelompok yang berkuasa di Maroko.
C.
Tarekat Di Maroko
Tarekat Islam pertama kali muncul ke permukaan ketika perpecahan
yang terjadi dalam khalifah pengganti Usman bin Affan. Saat itu terbagi menjadi
Syiah, Khawarij, Murjiah kemudian ketiga golongan ini di masa selanjutnya
melebur dan menjadi sekte-sekte kecil dan tersebar diberbagai wilayah.[3]Tarekat
yang pernah sangat kuat perkembangannya di Maroko adalah tarekat Syidzilliyah.
Didirikan oleh Ali al-Syidzili.[4]Kemudian
ada pula tarekat Tijaniyah yang didirikan oleh Sidi
Abu Abbas Ahmad al-Tijani. Selanjutnya sebagai pengganti tarekat ini tarekat
Sanusiah berkembang di maroko. Berikut penjelasan mengenai masing-masing
tarekat yang telah disebutkan di atas:
a. Tareket Syidziliyah
Pendiri
tarekat ini adalah Abu Hasan As-Syidizili dilahirikan di Mroko Uatara pada
tahun 1175 M.[5] Sejak
kecil ia mengahbiskan hidupnya di Maroko dengan mempelajari banyak ilmu dan
sampai akhirnya ia belajar tentang spiritual dan kemudian menjadi seorang sufi.
Ia belajar di Universotas Qorawiyin di Fez Maroko. Beliau pernah diminta untuk
Iraq untuk kembali belajar akan tetapi ia disuru kembali kemudian bertemu
dengan guru spiritula yang berada di Maroko yaitu Syaikh Abu Muhammad Ibn Abd
al- Salamh al- Masyisy.[6]
Syadizili
dikenal sebagai guru sufi yang bijaksana yang bisa membuat muridnya menaati
hukum, mencari nafkah, dan berpartisipasi dalam masyarakat sembari secar batin
terlepas dari dunia.[7]
Di masa selanjutnya tarekat ini dilanjutkan oleh muridnya dan dibawa ke Mesir. Mesir
sebagai pusat penyebarannya ini, menjadi sufisme yang besar dan terbentuk dalam
suatu tarekat yang dikenal dengan tarekat syadziliyah. Tarekat
ini mewakili tradisi tasawuf maghrib.
Secara pribadi Abu Hasan asy-Syadzilli tidak
meninggalkan karya tasawuf, di antara sebabnya adalah karena
kesibukan-kesibukannya melakukan pengajaran-pengajaran terhadap murid-muridnya
yang sangat banyak dan sesungguhnya ilmu-ilmu tarekat itu adalah ilmu hakekat,
ajaran-ajarannya dapat diketahui dari para muridnya, misalnya tulisan Ibn Atha ‘Illah al-Iskandar, ketika
al-Syadzili ditanya perihal mengapa ia tak mau menuliskan ajaran-ajarannya,
maka ia menjawab : “Kutubi Ashlati”, kitab-kitabku adalah sahabatku.[8]
Berikut adalah ajaran tarekat Syadzili;[9]
1.
Tidak mengabaikan dalam
menjalankan syari’at Islam
2.
Zuhud tidak berarti harus
menjauhi dunia, karena pada dasarnya zuhud adalah mengosongkan hati dari selain
Allah.
3.
Tidak ada larangan bagi
kaum salik untuk menjadi miliuner yang kaya raya, asalkan hatinya tidak
bergantung pada harta yang dimilikinya.
4.
Berusaha merespon apa yang
sedang mengancam kehidupan ummat, berusaha menjembatani antara kekeringan
spiritual yang dialami oleh banyak orang yang hanya sibuk dengan urusan
duniawi, dengan sikap pasif yang banyak dialami para salik.
5.
Tasawuf adalah
latihan-latihan jiwa dalam rangka ibadah dan menempatkan diri sesuai dengan
ketentuan Allah Swt.
6.
Dalam kaitannya
dengan al-ma’rifah (gnosis), al-Syadzilli berpendapat bahwa ma’rifah
adalah salah satu tujuan ahli tarekat dan tasawuf yang dapat diperoleh dengan
dua jalan.
b. Tarekat Tijaniyah
Ahmad
Tijani adalah pendiri tarekat tijaniyah yang berasal dari Aljaazair yang
kemduian menetap di Maroko. Dia memiliki hubungan darah dengan Nabi melalui
anak pertama Fatima Zahra Hasan dan kemudian melalui Mawlay Idris, pendiri
terkenal dari Maroko. Ayahnya adalah Sidi Muhammad b. al-Mukhtar b. Ahmad b.
Muhammad b. Salam, seorang ulama terkemuka yang keluarganya berasal dari suku
Maroko Abda dan yang kakeknya telah berimigrasi ke Ain Madi melarikan diri dari
invasi Portugis kurang dari satu abad sebelum kelahiran Syekh Tijani. Pada usia
muda Ahmad Tijani sudah banyak menguasai ilmu pengetahuan agama.
Perkembagan yang cukup mencolok di Aljazair dalam Tarekat
Tijaniyah ternyata dinilai dapat menyaingi otoritas Utsmaniyah, sehingga Al-
Tijani dan para pengikutnya dipaksa meninggalkan Al- Jazair. Kemudian Al-
Tijani pindah ke Fez tahun 1798, dan hidup disana hingga wafat. Perkembangan
tarekat ini semakin pesat terutama setelah mendapat dukungan dari penguasa
Maroko, Maulay Sulaiman, yang mempunyai kepentingan mendekati al-Tijani untuk
menghadapi persaingan dengan zawiyah-zawiyah para syarif yang dinilai dapat
mendorong kekuasaannya.Kemudian pada abad ke-20, Tarekat ini berkembang di
Negara Afrika lainnya
Melalui pendekatan sufistik serta kerangka teori yang merujuk
pada dua mainstream tasawuf Islam, yaitu tasawuf sunni dan falsafi maka
kemudian dapat diketahui bawa dalam tarekat Tijaniyah terdapat empat prinsip
atau pijakan filosofis yang mendasari setiap ritual yang ada dalam tarekat
Tijaniyah. Pertama adalah, cinta sebagai pondasi dasar dari setiap ritual yang
ada, kemudian kedua kepercayaan berjumpa dengan Allah (liqa’ ma’a Allah),
ketiga hakikat nur Muhammadiyah yang berarti menempatkan Muhammad sebagai media
penghantar pada perjumpaan kepada Allah serta yang keempat adalah pandangan
mengenai kewalian yang kemudian menempatkan Syaikh al-Tijani sebagai wali khatm
wa katm.Dasar-dasar tasawuf falsafi yang dikembangkan Syekh Ahmad at-Tijani
adalah tentang maqam Nabi Muhammad saw, sebagai al-Haqiqat al-Muhammadiyyah dan
rumusan wali Khatam.[10]
Tarekat
Tijaniyah mempunyai wirid yang sangat sederhana dan wadhifah yang sangat mudah.
Wiridnya terdiri dari Istighfar, Shalawat dan Tahlil yang masing-masing dibaca
sebanyak 100 kali. Boleh dilakukan dua kali dalam sehari, setelah shalat Shubuh
dan Ashar. Wadhifahnya terdiri dari Istghfar (astaghfirullah al-adzim alladzi
laa ilaha illa hua al hayyu al-qayyum) sebanyak 30 kali, Shalawat Fatih
(Allahumma shalli 'ala sayyidina Muhammad al-fatih lima ughliqa wa al-khatim
lima sabaqa, nasir al-haqq bi al-haqq wa al-hadi ila shirat al-mustaqim wa'ala
alihi haqqaqadruhu wa miqdaruh al-adzim) sebanyak 50 kali, Tahlil (La ilaaha
illallah) sebanyak 100 kali, dan ditutup dengan doa Jauharatul Kamal sebanyak
12 kali.[11]
c. Tarekat Idrisiah
Tarekat Idrisiyah dinisbahkan kepada nama Syaikh Ahmad bin
Idris al-Fasi al-Hasani (1173 - 1253 H / 1760 - 1837 M). Sebenarnya tarekat ini
berasal dari Tarekat Khidhiriyah yang berasal dari Nabi Khidir as yang
diberikan kepada Syaikh Abdul Aziz bin Mas'ud ad-Dabbagh.Ia belajar Islam dari
berbagai tarekat di Fez (Maroko).[12]
Setelah Syaikh Ahmad bin Idris wafat. Tarekat ini mengalami perkembangan lebih
jauh yang melahirkan berbagai jenis tarekat lainnya, hal ini disebabkan karena
beberapa murid Syaikh Ahmad bin Idris membuat komunitas tarekat yang dinisbahkan kepadanya dan mengembangkan ajarannya
menjadi suatu sistem ajaran yang lebih spesifik. Kemudian setelah aliran ini
muncul tarekat lain juga ikut berkembang akibat persentuhannya dengan belajar
pada guru yang sama yaitu Sayyid Abdul Wahhab at Tazy (w. 1131 H.),
seorang sufi reformer berasal dari Afrika.
Kebiasaan dzikir yang
biasa dilakukan oleh jama'ah Al-Idrisiyyah adalah di setiap waktu ba'da Maghrib
hingga Isya dan ba'da Shubuh hingga Isyraq. Pelaksanaan
dzikir di Tarekat ini dilakukan dengan jahar (suara nyaring), diiringi lantunan
shalawat (kadang-kadang dalam moment tertentu dengan musik). Kitab panduan
Awrad dzikirnya bernama 'Hadiqatur Riyahin' yang merupakan khulashah
(ringkasan) awrad pilihan (utama) dari berbagai amalan (awrad) Syekh Ahmad bin Idris dan Sadatut Thariqah lainnya.
Awrad wajib harian seorang murid Idrisiyyah adalah:[13]
1. Membaca Al-Quran satu Juz,
2. Membaca Itighfar Shagir 100 kali,
3. Membaca Dzikir Makhshush 300
kali: Laa Ilaaha Illallaah Muhammadur Rosulullah fii kulli lamhatin
wanafasin 'adada maa wasi'ahuu 'ilmullah.
4. Membaca Sholawat Ummiyyah 100 kali,
5. Membaca Yaa Hayyu Yaa Qoyyuum 1000
kali,
6. Membaca Dzikir Mulkiyyah 100 kali: Laa Ilaaha
illallaahu wahdahuu laa syariikalah, lahul mulku walahul hamdu yuhyii wayumiitu
wahuwa 'alaa kulli syay-in qodiir.
7. Memelihara Ketaqwaan.
Awrad tambahan untuk
bertaqaarub kepada Allah adalah menunaikan salat tahajjud dan membaca Sholawat 'Azhimiiyyah sebanyak 70 kali sesudah ba'da Shubuh hingga
terbit Fajar.
Daftar Pusataka
Muhammad
Syafii Antonio, Ensiklopedia Peradaban Islam Andalusia, Jakarta: Tazkia
Publishing, 2012.
Ed. Trevor Mostyn, The Cambridge Encyclopedia of The Middle East And
North Africa, Cambridge: Cambridge University Press, 1988.
Michael Cook, Forbidding Wrong In Islam, New
York: Cambridge University Press, 2003.
Phillip K. Hitti, History of Arabs,
Houndmils: Macmillan Education LTD, 1989.
Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Pikiran dan Peradaban, Jakarta: PT
Ichtiar Baru Van Hoeve.
Muhtar
Saroni, Annur al-Hali Manaqib Syaikh Abu al-Hasan as-Syidizili, Mageang, 1972.
Sayyed Hossein Nasr, The Golden Truth,
Bandung: PT Mizan Pustaka, 2007.
Abduraham Zain, Sufi dan Wali Allah, Bandung:
Husaini, 1985.
“Tarekat
Syadziliyah” http://www.sufi.news.com.
Fatchul Hijri, Tarekat Tijaniyah, Deskriptif-Sufistik, Kitab, Jawahir al-a’ani, diakses pada 17 Mei 2016
http://digilib.uin-suka.ac.id/7022/
www.tijani.org
http://en.al-idrisiyyah.com/read/aboutus/14
http://www.pejalanruhani.com/2013/02/sejarah-tarekat-idrisiyah.html
[1] Muhammad Syafii Antonio,
Ensiklopedia Peradaban Islam Andalusia, Jakarta: Tazkia Publishing, 2012, h. 30
[2]Ed. Trevor Mostyn, The
Cambridge Encyclopedia of The Middle East And North Africa, Cambridge:
Cambridge University Press, 1988, h. 388
[3]Michael Cook, Forbidding
Wrong In Islam, New York: Cambridge University Press, 2003, h. 5
[4]Phillip K. Hitti, History
of Arabs, Houndmils: Macmillan Education LTD, 1989, h. 437
[5]Ensiklopedi Tematis Dunia
Islam, Pikiran dan Peradaban, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, h. 153
[7]Sayyed Hossein Nasr, The
Golden Truth, Bandung: PT Mizan Pustaka, 2007, h. 247
[8]Abduraham Zain, Sufi dan
Wali Allah, Bandung: Husaini, 1985, h. 99
[9]“Tarekat Syadziliyah”
http://www.sufi.news.com.
[10]Fatchul Hijri, Tarekat
Tijaniyah, Deskriptif-Sufistik, Kitab,
Jawahir al-a’ani, diakses pada 17 Mei 2016 http://digilib.uin-suka.ac.id/7022/
[12]http://en.al-idrisiyyah.com/read/aboutus/14
[13]http://www.pejalanruhani.com/2013/02/sejarah-tarekat-idrisiyah.html
Komentar
Posting Komentar